Home Berita Alumni Telah Terbit Jurnal Dekonstruksi Volume 11, Nomor 03, Tahun 2025

Telah Terbit Jurnal Dekonstruksi Volume 11, Nomor 03, Tahun 2025

287
0

Salam Redaksi

Jurnal kali ini membahas pemikiran Paul Ricoeur, George Orwell, Foucault, Agamben, Justin Martyr, Georg Simmel, Emmanuel Levinas, Paul Virilio, Donald Schön, Barbara Bolt, James M. Jones, Immanuel Kant, Merleau-Ponty, tentang filsafat kehendak, manipulasi bahasa, dialog antar agama, komunikasi, dromologi, testimoni, penciptaan seni, musik hip hop, dan ekologi.

Filsafat kehendak Paul Ricoeur merupakan sebuah proyek filosofis yang integral dalam lanskap pemikiran kontemporer. Keistimewaannya terletak pada keberhasilannya menyatukan deskripsi fenomenologis, pemahaman empiris, dan penafsiran simbolik dalam suatu kerangka sistematis yang dinamis dan terbuka terhadap kompleksitas eksistensi manusia. Dengan membangun tiga tahap utama —eidetik, empiris, dan puitik — Ricoeur mengangkat problem kehendak dari wilayah etika dan psikologi menuju medan refleksi ontologis dan hermeneutik yang lebih dalam. Konsep kebebasan yang berinkarnasi (incarnate freedom) yang ia ajukan mampu menjawab tantangan klasik dalam filsafat Barat mengenai dualisme antara subjek dan objek, serta antara kebebasan dan kodrat. Demikian yang ditulis Syakieb Sungkar pada artikel pertama.

Negara bekerja mencapai tujuannya melalui banyak mekanisme kekuasaan. Dalam Novel 1984, George Orwell menggambarkan sebuah negara totalitarian yang mempertahankan kekuasaannya dengan pendekatan manipulasi bahasa. Dalam manipulasi ada agenda kekuasaan. Melalui analisis Foucault dan Agamben, Aman Aslam, Beda Holy Septianno, Lucia Krismonila, dan Thatsanai Upaka, menunjukan bagaimana logika kekuasaan (panopticon) bekerja, salah satunya melalui bahasa. Teknologi kekuasaan atas bahasa ditempuh lewat pengawasan sosial (social surveillance) tentang kebenaran dan penulisan ulang sejarah.

Dalam kehidupan yang pluralistik, sering terjadi konflik antaragama yang disebabkan adanya kesalahpahaman karena kurangnya dialog, sehingga muncul sikap intoleran. Dialog memungkinkan orang-orang dari berbagai agama hidup rukun dan damai sesuai ajaran masing-masing. Menurut Chrispo Ambarita, Angella Rossanne Putri Siregar, dan Riris Johanna Siagian, Apologetika dapat menjadi solusi dalam jembatan dialog antaragama. Karena Apologetika dapat membantu menjawab pertanyaan yang sering muncul dari dalam dan luar kekristenan melalui pendekatan yang rasional dan berbasis bukti. Hal itu dapat dilihat dari kasus Justin Martyr, yang berapologetika dengan argumentasi yang kuat pada zaman kekaisaran Roma, Antoninus Pius (138-161). Ia menggunakan apologetika untuk mempertahankan dan membela iman kepercayaan Kristen dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepadanya pada saat itu. Penjelasan dan jawaban dari tuduhan-tuduhan tersebut ditulis Justin dalam karya-karyanya seperti Dialoque with Trypho.

Paus Fransiskus menekankan pembangunan komunikasi yang membawa harapan, menghindari agresivitas, dan menumbuhkan budaya dialog. Komunikasi yang berbasis kelembutan dan rasa hormat dapat menjadi sarana rekonsiliasi. Dalam berbagai krisis sosial maupun pribadi, kata-kata yang diucapkan dengan kelembutan mampu menyembuhkan luka, memperbaiki hubungan, dan membangun harapan. Seperti yang dikatakan oleh filsuf Emmanuel Levinas dalam Totalité et Infini: Essai sur l’extériorité (1961), wajah orang lain adalah panggilan etis yang menuntut kita untuk merespons dengan tanggung jawab dan kepedulian. Dalam dunia yang sering kali dipenuhi ketegangan, disinformasi, dan ujaran kebencian, komunikasi yang mengedepankan kelembutan dan rasa hormat semakin penting untuk menciptakan kehidupan yang lebih harmonis. Demikian artikel yang ditulis Gabriel Abdi Susanto kali ini.

Dromologi adalah suatu kondisi di mana manusia bergerak secara independen dan akhirnya terpenjara dalam dunia yang serba cepat. Paul Virilio melihat dromologi sebagai sebuah bentuk pergeseran tata kelola dunia menjadi lebih cepat karena digitalisasi. Dromologi lahir di era pascamodernisme, yang membawa kepada relativisme kebenaran. Fristian Setiawan mempelajari implikasi dromologi pada bentuk komunikasi digital, yakni penggunaan close friends Instagram yang dilakukan oleh Generasi Z.  Kebenaran yang diyakini oleh pengguna fitur close friends Instagram bisa berbeda-beda, definisi teman akhirnya bisa dipertanyakan ulang.

Testimoni adalah orang-orang yang hadir dalam suatu peristiwa dan mereka seolah menjadi yang terpilih dalam mengungkapkan peristiwa tersebut. Ibnu Purwanto Budi Nugroho melakukan penelitian atas posisi testimoni di dalam sistem fenomenologi, yang berkaitan dengan masalah fenomenologi sosial. Testimoni dapat dipandang melalui fenomenologi tubuh yang meruang dalam sebuah percakapan, mencapai sebuah interaksi yang atraktif di dalamnya. Kesaksian merupakan interaksi sosial yang terjadi melalui tuturan dan hubungan intersubjektivitas, hal ini ditunjukkan oleh Gerrit Jan Van Derr Heiden dalam bukunya, The Voice of Misery.

Karya seni tidak hanya sebagai produk estetis, tetapi juga sebagai wujud pemikiran embodied yang mampu menyingkap struktur-struktur afektif, sosial, dan eksistensial dalam kehidupan manusia. Gagasan bahwa penciptaan seni merupakan sebuah bentuk knowing in action (Schön, 1983), atau bahkan site of knowledge production (Bolt, 2007), telah membuka ruang bagi seniman untuk mewujudkan pengalaman kreatifnya sebagai bentuk refleksi epistemologis. Penelitian ini didasarkan atas pengamatan selama mengkurasi karya instalasi The Cats World yang diciptakan Syakieb Sungkar selama kurun periode tahun 2024 (perencanaan) dan tahun 2025 (produksi). Dengan mengambil pendekatan practice-led research, Anna Sungkar menelusuri bagaimana intuisi, tubuh, material, dan interaksi publik berkontribusi terhadap terbentuknya epistemologi personal dalam seni.

Gagasan Emmanuel Levinas tentang dasar etika bagi perlakuan manusiawi terhadap orang lain sebagai subjek, oleh Agustinus Tamtama Putra dan Antonius Along diterapkan menjadi pedoman moral bagi para pemimpin yang berkualitas unggul. Pemimpin yang baik menurut mereka adalah yang melihat dan memperlakukan siapa pun bukan sebagai objek, apalagi sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pemimpin yang unggul adalah yang pertama-tama menyadari bahwa orang lain adalah yang paling diutamakan, dijunjung tinggi martabatnya, dicintai sebagaimana intuisi primordial manusia dalam memandang wajah seseorang.

Ketika Gereja dan Lembaga Pekabaran Injil mulai banyak masuk ke Indonesia, mereka mulai mengembangkan kegiatan menurut kebijakan masing-masing. Hal ini dikhawatirkan membawa dampak negatif yang berkaitan dengan keraguan pada masyarakat jika masing-masing gereja menggunakan caranya sendiri untuk membuat penduduk Indonesia menjadi Kristen. Oleh karena itu, pemerintahan Hindia Belanda di bawah Raja Willem I menghendaki didirikannya sebuah Gereja Persatuan. Terbentuknya Gereja Persatuan (Protestan) pada tahun 1835 dapat dikatakan sebagai wujud gerakan ekumenis karena merupakan hasil dari upaya untuk mempersatukan gereja-gereja Protestan. Demikian cuplikan kisah dari gerakan ekumenis yang ditulis Paulus Eko Kristianto dan Pribadyo Prakosa.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023 membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto. Sebagai putra Presiden petahana, majunya Gibran dengan mengubah Undang-undang yang berlaku justru melanggengkan praktik nepotisme —prinsip yang sama yang dilawan oleh gerakan Reformasi pada tahun 1998. Feliks Erasmus Arga ingin menunjukkan sejauh mana putusan-putusan tersebut berpedoman pada etika moral hukum di Indonesia dan bagaimana putusan-putusan tersebut merusak martabat dan nilai demokrasi di Indonesia pada Pemilihan Umum tahun 2024.

Gary Gray, produser film Straight Outta Compton, mengangkat fenomena rasisme yang dialami oleh grup musisi hip hop N.W.A. Film ini menggambarkan kultur musik hip hop 90-an yang lahir dari proses kreatif penciptaan karya seni yang merespon kesenjangan ras kulit hitam yang terjadi di Amerika Serikat. Fitrah Raihan Fahreza dan Desy Nurcahyanti mendeskripsikan rasisme yang dialami oleh beberapa tokoh ras kulit hitam dan keterkaitannya dengan musik hip hop. Dengan menerapkan teori James M. Jones, artikel ini membahas musik hip hop sebagai medium untuk mengungkapkan pengalaman rasisme, diskriminasi, dan perjuangan komunitas Afrika-Amerika di wilayah urban.

Immanuel Kant menilai seni berdasarkan teori praktis yang dibatasi oleh regulasi atau konsep-konsep bawaan pada struktur pemahaman. Sehingga Kant menilai kualitas seni berdasarkan penilaian terhadap keindahan alami yang tidak hanya bersifat estetis tapi juga sublim. Dengan perkataan lain, meskipun seni dibangun berdasarkan hubungan dengan fakta sosial, tapi tetap memiliki potensi untuk menjadi objektif atau universal. Di sisi lain, Chris Ruhupatty memandang seni sebagai medium yang membawa kepada pengalaman personal manusia yang terpapar langsung dengan esensi realitas. Manusia memahami realitas dengan cara mempersonalisasikannya ke dalam bentuk karya dan karsa. Sehingga hasil karya dan karsa tidak mencerminkan esensi realitas secara langsung, tapi membawa kepada penyingkapan jejak-jejak keberadaannya yang telah dipersonalisasi.

Bapthista Mario Yosryandi Sara memberikan permenungan kritis dan kontemplatif terhadap dominasi perspektif yang membentuk relasi manusia dan alam, dengan menggali kontribusi dari tiga pendekatan filsafat ekologis. Yaitu petama – ekosentrisme yang menolak dominasi nilai instrumental atas alam dan menegaskan nilai intrinsik ekosistem, kedua -ekofeminisme yang mengungkap relasi antara penindasan terhadap alam dan subordinasi terhadap perempuan dalam kerangka patriarki kapitalistik dan ketiga –  filsafat kontinental yang menafsirkan kembali ontologi relasional melalui Heidegger, Merleau-Ponty, hingga Bruno Latour. Dengan ragam pendekatan ini, diharapkan muncul khazanah pemikiran baru (new perspective) tentang keberlanjutan ekologis yang tidak hanya adil seturut konsep teknokratis dan ekonomis, akan tetapi secara ontologis dan etika.

Demikian isi Jurnal Dekonstruksi vol 11.3. Selamat membaca.

Syakieb Sungkar

Editor in Chief.

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here