Hari-hari ini, hati dan pikiran saya bersama Bu Sri Mulyani. Hari ini mungkin menjadi hari yang tak mudah bagi Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani. Pemerintah harus memutuskan kebijakan PPN 12 persen. Saya tak mau pakai argumen ndakik-ndakik (muluk-muluk). Saya sedang tak mau berdebat.
Keputusan tentang ini diambil pemerintah dan DPR tahun 2021, saat menyetujui UU 7/2021. Jadi sangat jelas ini bukan tanggung jawab pribadi Bu Sri Mulyani. Menjadi tak fair dan tidak objektif ketika penolakan, kritik, hingga makian dan sumpah serapah dialamatkan ke beliau. Seolah hidup ini sedemikian sederhana dan absurd.
Hampir 5 tahun saya membantu dan menemani di jarak sangat dekat. Saya merasakan semangat, ketulusan, dan tekad kuat untuk mengabdi pada bangsa ini, sehabis-habisnya. Hanya cinta tanpa batas dan pelampauan pada ego yang memungkinkan ia tetap mau bekerja untuk bangsa dan negara. Apalagi ia pernah mengalami tragedi politik yang bagi banyak orang mungkin membuat trauma. Namun ia memilih mengalah dan tak kalah. Ia mundur untuk menempa diri dan menjadi lebih tangguh dan matang.
Kali ini Bu Ani kembali diuji. Tanpa perlu jatuh dalam pro kontra, saya percaya pada daya pertimbangannya. Aneka kompeksitas dan hal ruwet telah dihadapi dan bisa diatasi dengan baik. Ia sosok penting di balik penyelamatan bahaya covid. Disiplin, tekun, berintegritas, kadang bertangan besi. Satu hal: saya tak pernah menemui sedikit pun Bu Ani menyelipkan kepentingan atau agenda pribadi, secuil pun tidak. Seluruh waktu, termasuk waktu istirahat dan hari libur, ia gunakan untuk memikirkan negara.
Semua pertemuan dan rapat digelar transparan dengan menjaga kerahasiaan dan kepatutan. Semua arahan, instruksi, aspirasi yang masuk dibabar terbuka untuk dibahas, dicermati, dan diputuskan bersama. Saya yakin, siapapun yang punya niat baik dan ingin kerja benar pasti sangat bersyukur dipimpin Bu Sri Mulyani.
Soal PPN 12% saya tahu persis asal usul UU ini. Justru di tengah tekanan dan himpitan politik saat itu, ketika sebagian pihak lunglai menghadapi ancaman, Bu Ani sanggup membalik keadaan menjadi tantangan dan peluang. Ia memimpin reformasi sektor perpajakan dan keuangan. Saat semua berpikir dan berjibaku melawan covid, ia sudah dua langkah di depan menyiapkan fondasi bagi Indonesia pasca covid. Jam terbang tak pernah bohong. Kehidupan menempanya menjadi Sembadra yang menopang pilar hidup bersama.
Hari ini mungkin saja kita akan menelan pil pahit, jamu yang tak enak. Namun toh saya tetap percaya ini keputusan terbaik yang dapat diambil saat ini. Kita tidak sedang berdiri di ruang hampa. Justru Bu Ani yang tetap berani memijak bumi realitas karena bangsa ini mesti terus ada dan berjalan, meski agak terseok dan tampak letih.
Ia telah banyak berkorban. Terutama di masa-masa ketika momong cucu, membaca dan menulis buku, atau ceramah dan khotbah menjadi pilihan yang lebih menyenangkan. Tapi ia memilih tetap mengambil peran. Dan saya percaya pada ketulusan dan pengabdian, yang sekali lagi hanya ingin dipersembahkan bagi kebaikan bersama.
Jika hari-hari ini ia merasa sendirian dan letih, saya ingin tetap membersamainya. Meski tak lagi mendampingi hari-hari beliau, saya meletakkan hati di sisi Bu Sri Mulyani yang sedang berjuang. Barangkali hari-hari ini ia akan menanggung sumpah serapah dan hujatan. Toh para Nabi dan orang-orang baik tak sedikit yang difitnah, terusir, dan disalahpahami. Tapi kita yakin pada apa yang sering kita diskusikan ketika mencari penghiburan – kebenaran pasti akan menemukan jalannya. Aletheia, ia akan menyingkapkan diri.
Meski saya pun berempati pada mereka yang berharap ada penundaan dan relaksasi, sepenuhnya saya bisa memahami. Ini keputusan politik yang sudah dirancang jauh hari, dirangkai dengan berbagai asumsi dan peta jalan. Kita paham itu tak boleh buyar. Barangkali memang akan pahit dan semoga sesaat. Saya tak ingin memercayai apapun selain keyakinan saya pada niat baik, motif luhur, dedikasi, dan rasa cinta Bu Sri Mulyani yang terus berkobar bagi kebaikan bangsa ini.
Ini bukan saatnya melayani debat atau silang pendapat. Pemerintah punya kesempatan membuktikan apa yang diputuskan baik bagi rakyat. Bagamimana uang pajak digunakan semakin baik dan bermaslahat. Bagaimana pemerintah sungguh melayani. Dan ini bukan tugas Bu Ani semata, bahkan mestinya jadi tanggung jawab bersama.
Saya percaya pada jejak sejarah yang mungkin suatu saat akan terbabar lebih adil. Sejarah yang mencatat keputusan-keputusan getir yang diambil untuk alasan-alasan baik. Barangkali tak akan ada tempik sorak dan puja puji. Saya kembali terngiang gurauan di ruang rapat Kemenkeu. Benar belaka bahwa SRI itu artinya sabar ridho ikhlas. Sekali lagi ini terbukti, dan saya percaya Bu Ani pun akan teruji.
Salam hangat
Yustinus Prastowo
Stafsus Menkeu 2020-2024