Émile Durkheim (1858–1917) adalah seorang ilmuwan sosial Prancis yang secara luas diakui sebagai pendiri aliran sosiologi Prancis. Kehidupan awalnya ditandai oleh latar belakang keluarga Yahudi dengan harapan kuat bahwa dia akan mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang rabi. Namun, kematian ayahnya sebelum Durkheim mencapai usia 20 tahun memberikan beban tanggung jawab besar, yang tampaknya mempengaruhi pembentukan karakter disiplin dan serius dalam dirinya.
Durkheim dikenal karena kemampuan memadukan teori sosiologi dengan penelitian empiris yang kuat. Hal tersebut menjadikannya sebagai salah satu pelopor dalam penggunaan metode ilmiah dalam studi sosiologi. Keyakinan dirinya bahwa pendidikan dan sosiologi dapat menyelamatkan masyarakat dari keterputusan moral dan sosial merupakan gagasan penting dalam mempengaruhi pemikiran-pemikiran modern tentang peran institusi sosial guna menjaga keteraturan.
Biodata Durkheim menggambarkan seorang individu yang, sejak masa muda, dipengaruhi oleh tanggung jawab pribadi yang besar dan pencarian intelektual mendalam untuk menemukan solusi terhadap masalah sosial. Melalui jalur pendidikan elit dan pengaruh filsuf-filsuf besar, Durkheim mengembangkan visi tentang pentingnya moralitas dan norma sosial dalam masyarakat modern. Dia (dalam britannica.com, 2024) melihat pendidikan sebagai alat penting dalam menciptakan kohesi sosial dan menanggulangi anomie. Kontribusinya terhadap metodologi sosiologi tetap relevan hingga saat ini, di mana pendekatannya yang menggabungkan teori dan penelitian empiris menjadi model standar dalam studi sosiologi.
Dalam pandangan terkait pendidikan, Durkheim (1956) menyatakan bahwa sekolah memiliki peran sangat penting dalam masyarakat. Sekolah tidak hanya menjadi tempat di mana pengetahuan akademik disampaikan, tetapi juga sebagai institusi sosial yang membentuk moralitas, norma, dan solidaritas di antara individu. Menurut Durkheim, pendidikan adalah alat untuk mempersiapkan individu agar dapat menjalani peran sosial berbeda dalam masyarakat yang kompleks dan berubah.
Durkheim (1956) menekankan bahwa sekolah berfungsi sebagai agen sosialisasi mendasar. Melalui pendidikan, individu tidak hanya belajar keterampilan teknis atau akademik, tetapi mereka juga dihadapkan pada nilai-nilai bersama yang menopang kohesi sosial. Dalam hal ini, pendidikan mengajarkan anak-anak cara berinteraksi dengan orang lain, bekerja sama, dan menyesuaikan diri dengan aturan berlaku dalam komunitas lebih luas. Melalui proses ini, pendidikan membantu menciptakan rasa solidaritas yang diperlukan dalam menjaga stabilitas sosial.
Durkheim (2002) juga menyoroti pentingnya moralitas dalam pendidikan. Baginya, pendidikan tidak hanya tentang menyalurkan pengetahuan, tetapi juga tentang menanamkan prinsip moral yang memungkinkan masyarakat agar berfungsi secara harmonis. Sekolah menjadi tempat di mana individu belajar menghormati otoritas, memahami tanggung jawab sosial, dan mengembangkan etika yang diperlukan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai seperti disiplin, kerja sama, dan rasa tanggung jawab sosial yang diajarkan di sekolah sangat penting dalam menjaga keteraturan dan harmoni sosial.
Lebih lanjut, Durkheim percaya bahwa sekolah merupakan miniatur masyarakat. Di dalamnya, siswa mengalami aturan sosial dan norma yang akan mereka hadapi di dunia nyata. Melalui interaksi dengan teman sebaya dan guru, siswa belajar tentang batasan, hierarki, dan peran yang harus mereka jalani. Hal tersebut menggarisbawahi pentingnya pendidikan sebagai sarana dalam membentuk warga negara yang siap berkontribusi terhadap masyarakat.
Pandangan Durkheim memberikan perspektif penting dalam memahami peran sekolah. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan individu secara intelektual, tetapi juga membentuk mereka sebagai anggota masyarakat yang berfungsi penuh. Dalam konteks modern, pandangan ini semakin relevan karena masyarakat menjadi semakin terfragmentasi dan kompleks. Dengan mengajarkan nilai-nilai kolektif dan moral, sekolah memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas sosial di tengah perubahan yang cepat.
Oleh karena itu, menurut Durkheim, pentingnya sekolah terletak pada kemampuannya untuk mempersiapkan individu bukan hanya sebagai pekerja atau profesional, tetapi juga sebagai makhluk sosial yang mampu menjaga kohesi sosial dan berkontribusi pada tatanan moral secara lebih luas. Pandangan ini menekankan bahwa pendidikan bukan hanya persoalan pribadi, tetapi juga tanggung jawab kolektif yang melibatkan masyarakat secara keseluruhan.