Home Kajian Inklusivitas Filsafat di Era Postmodern dan Penerapannya pada Program Kerja IKAD

Inklusivitas Filsafat di Era Postmodern dan Penerapannya pada Program Kerja IKAD

9
0

Pendahuluan

Filsafat telah menjadi bagian integral dari perkembangan pemikiran manusia sejak zaman Yunani kuno hingga saat ini. Perkembangan filsafat kini telah mengalami evolusi dari yang semula bersifat rasional dan objektif kini menjadi bersifat inklusif dan pluralistik di era postmodern. Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana inklusivitas diterapkan dalam filsafat di era postmodern, serta implikasinya dalam berbagai bidang kehidupan. Utamanya di dalam program kerja Ikatan Keluarga Alumni STF Driyarkara atau disingkat sebagai IKAD.

Pengertian dan Konsep Dasar

Filsafat adalah studi tentang esensi yang menopang keberadaan realitas seperti objek, pengalaman, dan peristiwa. Dalam hal ini, filsafat bukan hanya menunjukkan hakikat realitas secara partikular, tapi juga keberadaan dari esensi yang bersifat universal (ontologi). Namun, di era postmodern, studi filsafat ditandai dengan kecurigaan atau sikap skeptis terhadap narasi besar tentang hakikat segala sesuatu dan beralih pada gagasan tentang pluralisme. Berdasarkan hal tersebut, inklusivitas dalam konteks ini berarti penerimaan dan penghargaan terhadap berbagai perspektif dan pandangan.

Perkembangan Filsafat dari Modern ke Postmodern

Filsafat modern, dengan tokoh-tokoh seperti Descartes dan Kant, menekankan rasionalitas dan objektivitas. Sebaliknya, postmodern menolak gagasan tentang kebenaran yang universal dan objektif. Tokoh-tokoh seperti Jean-François Lyotard, Michel Foucault, dan Jacques Derrida mengkritik narasi besar dengan mempromosikan dekonstruksi dan pluralisme.

Ini menunjukkan bahwa postmodernisme mendorong penerimaan terhadap berbagai perspektif dan pandangan. Dalam konteks ini, tidak ada satupun pandangan yang dianggap paling benar dibandingkan dengan yang lain. Semua pandangan didudukkan setara dan dianggap memiliki kontribusi yang sama dalam perkembangan pemikiran filsafat.

Inklusivitas dalam Filsafat Postmodern

Postmodernisme memandang sebuah gagasan sangat bergantung pada konteks dan perspektif individu. Derrida, dengan konsep dekonstruksinya, menunjukkan bahwa sebuah gagasan tentang esensi selalu terbuka untuk diucapkan atau dituliskan secara lain. Alhasil, sebuah gagasan tidak pernah menjadi final dan telah selalu menghasilkan gagasan-gagasan lain tanpa batas.

Sehingga esensi realitas niscaya bersifat plural, karena tidak ada satupun gagasan tentangnya yang berhasil mendominasi gagasan yang lain. Oleh karenanya, pluralisme dalam filsafat postmodern berarti menerima dan menghargai berbagai pandangan, tanpa pernah mendaulat satu pandangan menjadi lebih unggul dari yang lain.

Implementasi Inklusivitas dalam Berbagai Bidang

Inklusivitas dalam filsafat postmodern tidak hanya terbatas pada teori, tetapi juga diterapkan dalam berbagai praksis. Dalam bidang pendidikan, inklusivitas berarti mengajarkan berbagai perspektif filosofis dan menghargai keberagaman pemikiran. Di bidang sosial dan politik, inklusivitas mendorong kebijakan yang menghargai perbedaan dan mendukung keadilan sosial. Pada ilmu pengetahuan dan teknologi, inklusivitas berarti mengakui kontribusi berbagai budaya, termasuk di dalamnya budaya pra-modern, dan semua sudut pandang dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Di dalam perkembangan filsafat sendiri, inklusivitas mendorong pendekatan interdisipliner di mana berbagai disiplin ilmu saling berinteraksi dan berkontribusi. Sehingga menciptakan ruang bagi berbagai perspektif dan metode untuk berkolaborasi dan memperkaya gagasan tentang esensi realitas. Gagasan inklusivitas di bidang filsafat ini juga tercermin di dalam logo STF Driyarkara yang menunjukkan pluralisme pandangan.

Tantangan dan Kritik

Meskipun inklusivitas dalam filsafat postmodern memiliki banyak kelebihan, ada juga kritik yang diajukan. Beberapa kritikus berpendapat bahwa pluralisme di era postmodern dapat mengarah pada nihilisme dan kehilangan arah moral. Selain itu, tantangan dalam menerapkan inklusivitas di berbagai bidang seringkali muncul dalam wujud resistensi terhadap perubahan dan ketidakmampuan untuk menghargai perbedaan.

Kesimpulan dan Penerapannya di dalam Program IKAD

Inklusivitas dalam filsafat di era postmodern menawarkan pendekatan yang lebih terbuka dan pluralistik terhadap pemikiran dan kehidupan. Dengan menerima berbagai perspektif dan pandangan, postmodernisme menolak dominasi sebuah gagasan dan membuka ruang bagi interpretasi secara tidak terbatas. Namun, penting untuk terus mengkritisi dan mengevaluasi pendekatan ini agar tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan zaman.

Dalam penerapannya pada program kerja IKAD dapat dimulai dengan membuka ruang bagi terjadinya kolaborasi dengan komunitas-komunitas lain. Entah itu komunitas filsafat maupun komunitas dari disiplin ilmu yang berbeda. Sebagai contoh, terjalinnya kolaborasi antara tim kajian filsafat politik IKAD dan tim kajian dari komunitas pegiat demokrasi yang menghasilkan sebuah karya ilmiah yang dipresentasikan dalam sebuah seri diskusi publik.

Kolaborasi ini juga bisa terjalin antara tim kajian filsafat ekonomi-politik IKAD dan komunitas pengamat ekonomi bisnis yang menghasilkan sebuah gagasan baru tentang dunia bisnis dan industri di Indonesia. Bisa juga dalam bentuk kerjasama antara tim kajian filsafat manusia IKAD dan komunitas psikologi dalam mengadakan kajian bersama untuk menghasilkan sebuah publikasi karya ilmiah. Demikianlah inklusivitas filsafat di era postmodern yang dapat diwujudkan pada program kerja IKAD.

Chris Ruhupatty

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here