I. Umur adalah waktu yang dihabiskan untuk bersama dengan yang lain
STF yang disebut Driyarkara ini didirikan 55 tahun yang lalu, atau 53 tahun yang lalu, sejak perkuliahan pertama diselenggarakan, dicita-citakan untuk “berumur panjang”. Tentu ada alasan dalam menyemat nama Driyarkara sebagai alasan untuk “berumur panjang”. Driyarkara dicitacitakan, dan kemudian memang menjalani perjalanan sebagai pribadi yang menyejarah, dan sebagai pemikiran. Cita-cita itu bernama “humanisasi”, terutama dalam hal pendidikan dan dalam hal komitmen untuk “bersama yang lain”.
Pendidikan menurut Driyarkara adalah humanisasi. Hal ini seperti kontradiksi jika melihat riwayat Driyarkara: mendapatkan pendidikan dari dunia kolonial, dan “bertekad” mengubah karakter kolonial dalam pendidikan dan menjadi “humanisasi” di dunia yang sedang mencari (Karya Lengkap Driyarkara, Sudiarja SJ, et al. 308-310).
Humanisasi juga mengimplikasikan komitmen untuk “bersama yang lain”. (Karya Lengkap Driyarkara, Sudiarja SJ, et al. 666-672). Hidup menyejarah dalam bentuk aktif melakukan negosiasi-negosiasi dalam kehidupan publik, sehingga semakin “yang lain” senasib sepenanggungan.
II. Alumni sebagai pendidik
Alumni adalah bagian penting dari cita-cita pendidikan kemanusiaan Driyarkara. IKAD merupakan wujud kontribusi terhadap pewujudan citacita humanisasi Driyarkara. Disengaja atau tidak disengaja, alumni STF Driyarkara adalah mereka yang aktif dalam dunia pendidikan dan dalam peran “negosiator” dalam kehidupan publik.
Dalam dunia pendidikan, alumni STF Driyarakara adalah guru-guru di sekolah formal, guru-guru di tingkat tapak dan dalam kategori sosial dan mereka yang mempunyai sekolah, termasuk mereka yang menjadi pengelola pondok pesantren. Pendidikan adalah urusan setiap hari. Humanisasi adalah urusan setiap hari. Dampak-dampak kecil yang dirayakan secara sederhana.
Dalam hal-hal yang dapat diperjuangkan dalam IKAD, saya memilih pendidikan ini sebagai lapangan keseharian yang perlu untuk dilibati. Dalam kategori sederhana, saya menyoroti (1) persekolahan, (2) kurikulum, (3) guru, dan masuk ke dalam dunia tersebut. Kegiatan yang dikerjakan yaitu :
(a). Secara praktis terlibat dalam kegiatan guru-guru, yang menghasilkan konten, publikasi, dan kegiatan edukatif dalam berbagai format. Saya berharap sekira 5 capaian, selemah-lemahnya, dapat dikerjakan dalam waktu 2,5 tahun.
(b). Secara praktis, mengerjakan jejaring perpustakaan desa. Saya berharap 3 lokasi di Indonesia bagian timur, selemah-lemahnya, dapat dijangkau.
(c). Secara praktis terlibat dalam hal persekolahan dan kurikulum, terutama dengan menghelat pertemuan edukatif yang bersifat kompetitif untuk anak (7 sampai 18 tahun). Saya berharap sekira 3 pertemuan edukatif luas, selemah-lemahnya, dapat dikerjakan dalam 2,5 tahun.
(d). Secara praktis terlibat dalam pengembangan kelola pengetahuan (knowledge management). Saya berharap, sekira 2 konferensi selemah-lemahnya, dapat dikerjakan dalam 2,5 tahun.
(e). Secara praktis mengangkat tradisi berpendidikan Driyarkara. Saya berharap, sekira 1 publikasi mengenai “wajah Driyarkara” dan 1 kurasi pemikiran Driyarkara dapat dikerjakan dalam 2,5 tahun.
III. Alumni sebagai negosiator
Peran negosiasi alumni tidaklah peran yang ditanamkan dari luar, namun muncul dari semangat alumni Driyarkara. Secara garis besar, peran negosiasi yang dimaksud dalam hal ini adalah “memasukkan mereka yang dikorbankan, mereka yang diatasnamakan ke dalam perbincangan dan pembentukan kebijakan”. Tantangan terkini mengenai konsentrasi kekuasaan dan sumber daya, hilangnya kontrol demokrasi, pengabaian hak hidup manusia, “abuse” pada sejarah, adalah hal-hal yang memunculkan korban pembangunan.
Peran negosiasi ini dikerjakan dalam hal-hal berikut”
(a). Advokasi kebijakan dalam bentuk keterlibatan aktif pembentukan kebijakan, dan/atau mengambil peran kontrol terhadap perubahan yang berdampak kawasan-kawasan pemukiman dan ekosistem . Tentu saja hal ini dalam lingkup yang sudah dihidupi oleh alumni, dan tidak menjadi hal yang sama sekali baru. Saya berharap sekira 3 capaian, selemah-lemahnya, dapat dikerjakan dalam waktu 2,5 tahun.
(b). Masih dalam advokasi, saya berharap dapat terlibat bersama keluarga Bimo Petrus Anugerah dalam upaya-upaya kemanusiaan. (Bimo Petrus Anugerah hilang saat saya bertugas sebagai ketua senat mahasiswa STF Driyarkara 1997-1998).
(c). Menghelat kegiatan filsafat baik sebagai kegiatan kelola pengetahuan (knowledge management) maupun sebagai edukasi untuk penggerak masyarakat. Saya berharap sekira 5 capaian, selemah-lemahnya, dapat dikerjakan dalam waktu 2,5 tahun.
(d). Menghelat kegiatan yang bersifat kepeloporan dalam budaya dan dalam perbincangan dan teknologi merespon perubahan iklim. Saya berharap sekira 5 capaian, selemah-lemahnya, dapat dikerjakan dalam waktu 2,5 tahun.
Terimakasih.
In dedication to all Driyarkarans, para jembatan serongers, In loving embrace to Karin and Rissa, yang kehilangan Ayah mereka tahun 2015, putri kembar Kakak saya Elyzabeth Simarmata, In awe of and dedication to Jocelyn Bell Burnell
henry thomas simarmata hp/wa: +6281390835526
email: cokelatjogja@gmail.com