Yang Mulia para Hakim Mahkamah Konstitusi,
Berikut ini saya mau memaparkan bahwa dalam kaitan dengan pemilihan umum Pebruari lalu (saya singkat pemilu) ada unsur-unsur yang kalau betul-betul terjadi merupakan pelanggaran-pelanggaran etika yang serius, serta apa implikasi pelanggaran-pelanggaran itu.
Tetapi sebelumnya izinkan saya mengajukan tujuh catatan tentang ETIKA.
A. TUJUH CATATAN TENTANG ETIKA
(1) ETIKA
Dengan “Etika” saya maksud ajaran dan keyakinan tentang baik dan tidak baik sebagai kualitas manusia sebagai manusia. Etika membedakan manusia dari binatang. Binatang hanya mengikuti naluri-naluri alamiah. Tetapi manusia sadar bahwa nalurinya pun hanya boleh diikuti apabila baik dan bukan tak baik. Apakah seseorang itu baik atau buruk diukur dari apakah ia hidup secara etis atau tidak.
(2) HUKUM
Tuntutan-tuntutan paling dasar etika sejak ribuan tahun dituangkan manusia ke dalam ketentuan-ketentuan hukum. Misalnya larangan untuk menyiksa orang lain. Jadi, tidak memperhatikan hukum yang berlaku dengan sendirinya merupakan pelanggaran etika (saya tidak bisa masuk ke dalam hal conscientious objector).
(3) ETIKA DAN HUKUM
Agar manusia dinilai baik secara etis, tak cukup ia tidak melanggar hukum. Etika menuntut lebih. Yaitu agar manusia selalu, juga apabila tidak adalah ketentuan hukum, harus berbaik hati, jujur, caring, bersedia memaafkan, adil, bertanggungjawab dan seterusnya.
(4) ETIKA DAN PENGUASA
Apalagi itu berlaku bagi seorang penguasa, misalnya seorang Presiden. Tak cukup asal Ia tidak melanggar hukum. Dari seorang presiden dituntut lebih. Presiden begitu berkuasa. Ia bisa memberi perintah yang menentukan keselamatan dan kegagalan, hidup dan mati seseorang. Agar kita mempercayakan diri ke tangan orang yang begitu berkuasa, agar kita merasa aman dengan Dia, seorang presiden harus membuktikan diri sebagai orang yang baik, berwawasan kebangsaan, bijaksana, jujur, adil dsb. Dari seorang penguasa tertinggi harus dituntut standar etika yang tinggi.
(5) ETIKA DAN PRESIDEN
Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu ada hal-hal khusus yang dituntut dari padanya dari sudut etika:
- Yang paling pertama: Ia harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggungjawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa. Segala kesan bahwa ia, misalnya, memakai kekuasaannya demi keuntungan sendiri, atau demi keuntungan keluarganya adalah fatal.
- Maka seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya, misalnya, milik mereka yang memilihnya. Kalau pun ia, misalnya, berasal dari satu partai, begitu ia menjadi presiden, segenap tindakannya harus demi keselamatan semua. Memakai kekuasaannya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia.
- Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
(6) ETIKA DAN PEMILU
Yang sekurang-kurangnya dituntut dari suatu PEMILU secara etis (tentu juga secara hukum) adalah agar seluruh prosesnya – persiapannya, pelaksanaannya, serta pemastian hasilnya – menjamin bahwa setiap warga dapat memilih apa yang mau dipilihnya, serta bahwa hasil Pemilu memang presis apa yang dipilih oleh para pemilihnya sendiri.
(7) KEGAWATAN PELANGGARAN ETIKA
- Filosof Immanuel Kant (1724-1804) memperlihatkan bahwa masyarakat akan menaati pemerintah dengan senang apabila pemerintah bertindak atas dasar hukum yang berlaku dan hukum yang berlaku adalah adil dan bijaksana.
- Apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat, melainkan memakai kekuasaannya untuk menguntungkan kelompok/kawan/keluarganya sendiri, motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang. Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah Mafia.
B. PELANGGARAN-PELANGGARAN ETIKA DALAM KAITAN DENGAN PEMILU 2024
(1) PENDAFTARAN GIBRAN RAKABUMING RAKA SEBAGAI CALON WAKIL PRESIDEN OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM
Pendaftaran Sdr. Gibran sebagai CAWAPRES oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dinilai pelanggaran etika berat karena pendaftaran itu dilakukan meskipun MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) menetapkan keputusan MK yang memungkinkannya sebagai pelanggaran etika yang berat.
Sudah jelas, mendasarkan diri pada suatu keputusan yang diambil dengan pelanggaran etika yang berat, merupakan pelanggaran etika berat sendiri. Penetapan seseorang sebagai calon wakil presiden yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat.
(2) KEBERPIHAKAN PRESIDEN DAN MISUSE OF POWER
Presiden boleh saja memberi tahu bahwa ia mengharapkan salah satu calon menang. Tetapi begitu ia memakai kedudukannya, kekuasaannya, untuk memberi petunjuk pada ASN, Polisi, Militer dll., untuk mendukung salah satu paslon, serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, ia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa ia, tanpa membeda-bedakan, adalah presiden semua warga negara, termasuk semua politisi.
(3) NEPOTISME?
Kalau seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri itu amat memalukan karena membuktikan bahwa ia tidak mempunyai wawasan seorang presiden – hidupku 100 persen demi rakyatku, – melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya.
(4) PEMBAGIAN BANTUAN SOSIAL
Bansos itu bukan milik presiden, melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggungjawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan pembagiannya. Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko, jadi itu pencurian, ya pelanggaran etika. Itu juga tanda bahwa ia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatannya sebagai presiden, yaitu bahwa kekuasaan yang ia miliki, bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan untuk melayani seluruh masyarakat.
(5) MANIPULASI-MANIPULASI DALM PROSES PEMILU?
Yang jelas, kalau proses pemilu dimanipulasi, itu merupakan pelanggaran etika berat, karena merupakan pembongkaran hakekat demokrasi. Misalnya kalau waktu untuk memilih diubah atau perhitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya. Praktek semacam itu memungkinkan kecurangan terjadi yang sama dengan sabotase pemilihan rakyat, jadi suatu pelanggaran etika yang berat.
Jakarta, 2 April 2024
Franz Magnis-Suseno