Home Berita Alumni Ekofeminisme, Sebuah Gerakan Menyelamatkan Perempuan dan Bumi

Ekofeminisme, Sebuah Gerakan Menyelamatkan Perempuan dan Bumi

38
0
Aurora Ponda (kanan). Foto : Screenshot Youtube Radio Heartline

Dalam sebuah perbincangan yang diselenggarakan dalam format talkshow santai namun penuh gagasan mendalam, Aurora Hanggarani Ponda hadir sebagai narasumber dalam sesi yang dipandu oleh Jose Marwoto, Senin (17/03/2025) di Radio Heartline.

Talkshow bertajuk Philosopy Now ini menjadi ruang reflektif untuk menggali secara mendalam konsep ekofeminisme yang semakin relevan di tengah krisis lingkungan dan sosial yang terus mengemuka. Talkshow ini terselenggara berkat kerjasama antara Ikatan Keluarga Alumni Driyarkara (IKAD) dengan Radio Heartline Network.

Ponda, begitu wanita ini biasa disapa, membuka perbincangan dengan menjelaskan bahwa ekofeminisme bukan sekadar istilah akademik atau wacana elitis, melainkan lahir dari pengalaman nyata perempuan yang hidup di garis depan perusakan lingkungan. Ia menekankan bahwa ekofeminisme adalah gerakan yang mempertautkan perjuangan perempuan dengan perjuangan menyelamatkan alam. Menurutnya, perempuan sering kali menjadi kelompok yang paling terdampak oleh eksploitasi sumber daya alam karena kedekatan mereka dengan ruang-ruang hidup yang kini dirampas.

Ponda memberi contoh konkret bagaimana perempuan adat, petani, dan masyarakat lokal mengalami ketidakadilan struktural akibat proyek-proyek ekstraktif seperti tambang, perkebunan skala besar, dan pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan.

“Ketika hutan dirusak, sumber air hilang, perempuanlah yang pertama kali merasakan dampaknya karena mereka yang harus menyediakan air untuk keluarga. Ketika tanah dirampas, perempuan kehilangan ruang hidup sekaligus kehilangan otonomi atas tubuh dan kehidupannya,” ujarnya dengan tegas.

Lebih lanjut, Ponda mengkritik sistem kapitalisme dan patriarki yang menurutnya berjalan beriringan dalam mengeksploitasi alam dan perempuan. Ia menyatakan bahwa logika ekonomi global yang menempatkan alam sebagai sumber daya semata menciptakan kerusakan ekologis, sementara logika patriarkal menempatkan perempuan sebagai makhluk kelas dua yang tak berhak bersuara dalam pengambilan keputusan.

“Logika ini adalah logika dominasi, dan kita harus mendekonstruksi itu. Kita harus kembali pada relasi hidup yang berbasis saling merawat, bukan saling menaklukkan,” ujarnya.

Dalam sesi ini, Jose Marwoto sebagai host memancing dialog dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif yang membuka ruang bagi Aurora untuk menuturkan pengalaman dan refleksinya secara mendalam.

Ponda menggarisbawahi bahwa perjuangan perempuan bukanlah perjuangan terpisah dari isu-isu lingkungan, melainkan bagian dari perjuangan yang sama untuk keadilan. “Kalau kita bicara krisis ekologi, kita tidak bisa melepaskannya dari krisis relasi. Relasi antara manusia dan alam, relasi antara laki-laki dan perempuan, relasi antara pusat dan pinggiran. Semua itu saling terkait,” jelasnya.

Ponda juga menekankan pentingnya menghargai pengetahuan lokal dan spiritualitas perempuan dalam memulihkan bumi. Ia menceritakan bagaimana komunitas-komunitas adat yang dipimpin oleh perempuan memiliki kearifan dalam menjaga hutan dan sungai tanpa harus mengandalkan pendekatan teknokratis. “Mereka punya pengetahuan yang teruji oleh waktu. Sayangnya, dalam sistem pengetahuan modern, suara mereka sering kali tidak dianggap sah,” katanya.

Ia menekankan bahwa ekofeminisme adalah jalan untuk merehabilitasi cara hidup, mengubah paradigma relasi manusia dengan alam, dan merebut kembali otonomi perempuan atas tubuh dan ruang hidupnya. “Ini bukan sekadar teori. Ini adalah praksis hidup, pilihan politik, dan sikap spiritual. Ketika kita berbicara soal bumi, kita berbicara tentang ibu. Bumi adalah ibu, dan tubuh perempuan adalah bagian dari bumi. Keduanya tidak boleh lagi dipisahkan,” ujar Aurora dengan nada yang penuh semangat.

Pada bagian akhir perbincangan, Ponda menyampaikan harapannya agar semakin banyak generasi muda yang terlibat dalam gerakan-gerakan berbasis keadilan ekologis dan feminis. Ia mengajak semua pihak untuk membangun solidaritas lintas isu, lintas kelas, dan lintas komunitas. “Tidak ada perjuangan yang tunggal. Kita harus menyadari bahwa pembebasan itu bersifat kolektif. Kita harus mulai dari tubuh kita, dari rumah kita, dari komunitas kita, dan terus bergerak,”ujarya.

Talkshow ini bukan hanya menyajikan diskusi konseptual, tetapi menjadi ruang kontemplatif yang menyentuh dimensi personal dan politik dari perjuangan perempuan dan lingkungan. Ponda, melalui suara dan visinya, mengingatkan bahwa ekofeminisme adalah panggilan untuk mencintai bumi dan sesama secara lebih adil, setara, dan berkelanjutan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here