Home Kajian Relevansi Pemikiran Platon dan Nilai-Nilai dari Philokalia dalam Pendidikan Karakter

Relevansi Pemikiran Platon dan Nilai-Nilai dari Philokalia dalam Pendidikan Karakter

111
0

Pendidikan karakter merupakan fondasi penting dalam pembentukan individu agar dapat berilmu, dan berbudi pekerti luhur. Dalam konteks dunia modern yang sering kali terlalu menekankan aspek intelektual, pendidikan karakter menghadirkan keseimbangan dengan menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual. Pemikiran Platon dalam dunia pendidikan klasik, khususnya yang tertuang dalam The Republic (2007) dan The Laws (2010), serta ajaran spiritual abad pertengahan dalam Philokalia (1995), menawarkan pandangan relevan dan inspiratif dalam membangun pendidikan karakter secara menyeluruh.

Platon melihat pendidikan sebagai sarana pembentukan jiwa manusia menuju kebaikan tertinggi. Dalam The Republic, ia menggambarkan pendidikan sebagai proses yang bertujuan mencapai keadilan, baik di dalam diri individu maupun masyarakat. Menurutnya, jiwa manusia terdiri dari tiga bagian, yakni rasional, emosional, dan nafsu. Pendidikan karakter ideal, bagi Platon, adalah pendidikan yang mampu meng-harmonisasi-kan ketiga bagian ini sehingga rasio dapat mengendalikan emosi dan nafsu dengan bijak.

Platon juga menekankan pentingnya paideia, yaitu proses pembentukan individu melalui pengajaran kebajikan dan pengendalian diri. Ia percaya bahwa individu yang terdidik secara moral akan mampu mencapai kehidupan adil dan bermakna. Dalam The Laws, Platon menegaskan bahwa pendidikan harus dimulai sejak usia dini, karena nilai-nilai moral yang ditanamkan sejak awal akan membentuk karakter individu sepanjang hidupnya. Ia juga mengaitkan pendidikan dengan pemurnian jiwa, yang dapat dicapai melalui kontemplasi dan pengendalian diri.

Nilai-nilai asketis yang diajarkan dalam Philokalia dapat menjadi pelengkap yang relevan bagi pendidikan karakter. Philokalia menekankan pentingnya pengendalian hawa nafsu, puasa, dan pengendalian diri sebagai jalan membebaskan manusia dari kelekatan duniawi. Dalam Philokalia dikatakan “Observe how … here corrects our incensive power through acts of compassion, purifies the intellect through prayer, and through fasting withers desire.” (Philokalia: [V1] 41). Dalam konteks pendidikan karakter, ajaran ini mengajarkan bahwa pengendalian diri bukan hanya soal menahan diri dari perilaku buruk, tetapi juga kemampuan berfokus pada hal-hal lebih luhur.

Pertobatan, sebagaimana ditekankan dalam Philokalia, merupakan langkah utama dalam perjalanan spiritual. Dalam pendidikan karakter, pertobatan dapat dimaknai sebagai refleksi diri dan kesediaan memperbaiki kesalahan. Proses ini tidak hanya membentuk individu rendah hati, tetapi juga mendorong mereka agar terus bertumbuh ke arah lebih baik.

Konsep katharsis dalam Philokalia — pembersihan jiwa dari dosa dan nafsu duniawi — sangat relevan dengan gagasan Platon tentang pemurnian jiwa. Platon percaya bahwa jiwa yang tidak terkontaminasi oleh hawa nafsu akan lebih mudah mencapai kebenaran dan keadilan. Dalam pendidikan karakter, proses demikian dapat diartikan sebagai upaya menghilangkan kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan kebajikan.

Katharsis juga berhubungan dengan introspeksi, yang merupakan elemen penting dalam pembentukan karakter. Melalui introspeksi, individu dapat mengenali kelemahan dan potensi mereka, sehingga mampu mengarahkan hidup mereka sesuai dengan nilai-nilai moral yang benar. Proses ini, meskipun sulit, menjadi langkah awal krusial menuju transformasi diri.

Philokalia mengajarkan bahwa pencerahan hati melalui pengamalan kebajikan merupakan langkah penting dalam mencapai kedamaian batin. Dalam pendidikan karakter, hal ini dapat diterapkan melalui pengajaran nilai-nilai seperti kejujuran, kasih, dan rasa hormat. Pencerahan hati tidak hanya memperbaiki hubungan individu dengan diri mereka sendiri, tetapi juga dengan orang lain.

Platon juga berbicara tentang pentingnya kebajikan dalam mencapai kebahagiaan. Ia percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan ketika individu hidup sesuai dengan kebajikan. Pendidikan karakter yang mengintegrasikan kebajikan sebagai inti dari proses belajar dapat membantu individu mencapai kehidupan bermakna dan penuh kedamaian.

Salah satu tujuan akhir dalam ajaran Philokalia, yakni theosis, yaitu kesatuan dengan Allah melalui kasih, kerendahan hati, dan kekudusan hidup. Meskipun ini berakar pada spiritualitas Ortodoks, konsep ini dapat diterapkan dalam pendidikan karakter sebagai pencapaian harmoni antara individu dengan nilai-nilai luhur transenden.

Platon sendiri, meskipun tidak berbicara tentang theosis, menganggap bahwa tujuan akhir dari pendidikan, yaitu membawa jiwa manusia mendekati kebaikan tertinggi, yang digambarkan sebagai The Form of the Good. Dalam konteks pendidikan karakter, hal tersebut berarti membantu individu menemukan makna hidup mereka melalui hubungan lebih dalam dengan nilai-nilai universal seperti kasih, keadilan, dan kebenaran.

Mengintegrasikan pemikiran Platon dan nilai-nilai dari Philokalia dalam pendidikan karakter menawarkan pendekatan menyeluruh. Platon menyediakan kerangka filosofis rasional, sementara Philokalia menghadirkan dimensi spiritual mendalam. Keduanya menekankan pentingnya pengendalian diri, pengamalan kebajikan, dan pencarian makna lebih tinggi dalam hidup.

Pendidikan karakter ideal mencakup pembentukan moral, emosional, dan spiritual. Hal ini dapat dicapai melalui pembelajaran nilai-nilai kebajikan seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang; pengembangan disiplin diri dalam mengendalikan hawa nafsu dan fokus pada tujuan jangka panjang; refleksi dan pertobatan guna merenungkan tindakan mereka dan memperbaiki kesalahan; kontemplasi dan kebijaksanaan mengenai pentingnya berpikir mendalam terkait memahami makna hidup.

Sebagai catatan akhir, relevansi pemikiran Platon dan ajaran Philokalia dalam pendidikan karakter menunjukkan bahwa pembentukan individu bermoral memerlukan keseimbangan antara pengendalian diri, kebajikan, dan spiritualitas. Dalam dunia yang semakin kompleks, pendidikan karakter yang mengintegrasikan nilai-nilai filosofis dan spiritual ini dapat menjadi jalan untuk membangun generasi cerdas, bermartabat, penuh kasih, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, pendidikan karakter tidak hanya menghasilkan profil lulusan sukses secara pribadi, tetapi juga yang mampu berkontribusi bagi kebaikan masyarakat secara keseluruhan.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here