Home Kajian Memahami Esensi Formasi Hati  dalam Kepemimpinan Sekolah Modern 

Memahami Esensi Formasi Hati  dalam Kepemimpinan Sekolah Modern

2192
3

Esensi pendidikan bukan sekadar mengembangkan dimensi intelektual, tetapi juga aspek hati yang meliputi rasa perasaan afektif dan sikap-sikap luhur (attitudes) yang ada di dalam diri para murid. Mentor atau pendidik perlu memperhatikan dimensi hati peserta didik dalam ruang pedagogis pendampingan formatif. Dalam formasi hati, para guru diandaikan mempunyai kepribadian yang baik dan sudah teruji melalui pengalaman hidup. Para murid yang datang ke sekolah di hadapan para pendidik merupakan tamu penting yang hadir di kelas untuk belajar kehidupan, mulai dari aspek intelektual sampai pada pembentukan hati yang terbuka pada perkembangan. Formasi intelektual di sekolah merupakan mandatory hal wajib dan ada dalam proses pembelajaran, sedangkan pembentukan hati merupakan tambahan esensial yang sangat dibutuhkan dan tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses pendidikan. Formasi hati, supaya lebih jelas dipahami, dikaji awal melalui pemaknaan etimologis. Pengertian hati (dalam dictionary.cambridge.org) merujuk pada karakter seseorang, tempat perasaan atau emosi yang berasal dalam diri seseorang. Pendidikan hati menyangkut pembinaan sifat-sifat dalam diri manusia, supaya kebijaksanaan para murid bertumbuh secara optimal.  Hati manusia (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2022) merupakan locus atau tempat yang dapat menyimpan dan mengungkapkan segala perasaan batin dan pengertian suatu hal secara mendalam.

Aristoteles (dalam everydaypower.com, 2022) berpendapat “Educating the mind without educating the heart is no education at all.” Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah pendidikan sama sekali. Pendidikan integral yang memadukan hati dan budi dapat membentuk mental yang unggul dalam diri pribadi para peserta didik. Guru mempunyai peranan yang sentral dalam pembinaan hati para murid. Dalam tradisi Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara membangun model kepamongan dalam mendidik para murid. Dalam sistem kepamongan, para pamong mempunyai tanggung jawab seperti orangtua mendidik karakter para murid. Seorang pamong, dipilih karena mempunyai keunggulan karakter baik di samping kompetensi mentor yang cerdas. Dalam sistem sekolah modern — yang di dalamnya mengandung sikap, cara berpikir, dan bertindak sesuai dengan tuntutan zaman –, model kepamongan di kolese Jesuits merujuk pada kemoderatoran sekolah. Moderator bidang kesiswaan, seperti pamong mempunyai peranan penting dalam menganimasikan program-program pembinaan untuk mencapai keunikan karakter masing-masing murid pada tingkat keunggulan berimbang sesuai jenjang mereka di sekolah.

Dalam pendidikan hati, moderator sekolah bersama wali kelas, dan guru dalam aktivitas melakukan pendekatan personal melalui empati secara khusus terhadap para murid guna menjawab kebutuhan pedagogis mereka. Dalam pendekatan personal dibutuhkan bantuan bimbingan pribadi (cura personalis) melalui kepedulian terbaik bagi pelayanan terhadap para murid. Para pendidik selain mengajar, diajak untuk berempati melalui hati memahami kondisi dan latar belakang para murid. Pengenalan terhadap karakter para murid membantu guru dalam memahami kondisi mereka sehingga pendidik dapat menggunakan strategi terbaik dalam menyampaikan bahan ajar yang sudah disiapkan. Para murid yang didampingi secara personal akan merasa diperhatikan, dan diteguhkan. Kondisi “merasa diperhatikan” merupakan signal yang kuat bagi para murid untuk juga memperhatikan aneka pengajaran yang diberikan oleh para guru. Mereka dalam keseharian merasa tidak terabaikan dan kehadiran para murid dianggap penting oleh sekolah dalam konstelasi dinamika pendidikan yang dialami.

Moderator dan tim guru merupakan mentor utama dalam pembinaan hati para murid di lingkungan sekolah. Mereka ditugasi oleh kepala sekolah bertanggung jawab dalam melakukan pendampingan langsung terhadap para murid. Moderator dan tim guru akan bekerja efektif dan efisien dalam formasi hati jika didukung oleh manajemen sekolah yang terbuka pada perubahan. Organisasi-organisasi modern menurut Saitis &Saiti (2018) termasuk sekolah berkewajiban untuk melaksanakan secara substansial mengenai cara mereka berfungsi dalam menanggapi perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal. Perencanaan dan pemrograman terhadap perubahan merupakan bagian dari kegiatan manajemen sekolah modern yang tidak lepas dari misi organisasi. Menurut Gareis (2010) perubahan memiliki dimensi strategis, agar manajemen perubahan difasilitasi, perlu ada variabel kuat seperti dinamika organisasi untuk mengontrol kekuatan lingkungan yang dapat mengurangi kompleksitas persoalan yang ada. Kepala sekolah bersama moderator dan tim perlu duduk bersama mendiskusikan strategi yang pas dalam mendampingi hati para murid di tengah-tengah perubahan zaman yang relatif cepat. 

Kotter (2012, dalam Saitis &Saiti, 2018) mengklaim bahwa tantangan yang jauh lebih besar adalah memimpin perubahan. Kepemimpinan dapat memotivasi tindakan yang diperlukan untuk mengubah perilaku dalam segala hal melalui cara yang pas sesuai dengan konteks dan dinamika keseharian di lapangan. Kotter dalam analisis, menambahkan bahwa kepemimpinan yang dapat membuat perubahan akan tetap bertahan. Oleh karena itu kepemimpinan perlu disertai dengan kualitas keunggulan dan keterampilan hidup yang memadai. Pemimpin yang unggul dan terlatih dalam proses dapat menyesuaikan perubahan secara signifikan. Kepemimpinan yang kuat, dan lentur terhadap perubahan dapat terjadi karena di dalam lembaga ada kesatuan hati dan budi (dimensi budi meliputi pikiran-jiwa), unity of heart, mind and soul. Dalam kesatuan yang demikian, hati menjadi perekat utama, yang membuat pencapaian tujuan sekolah atau organisasi modern dapat tercapai. Kesatuan hati dalam insan pendidik menguatkan gerak sekolah menuju cita-cita yang diharapkan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan profil alumni berkarakter mulia. 

Pimpinan sekolah modern bersama para guru, seperti yang dibayangkan Fuda (2013) dalam metafor seorang koki yang melalui kerangka kerja dapat membuat resep, menggunakan teknik memasak yang baik hingga penyajian makanan yang khas dan menjanjikan. Seorang koki dalam memasak melibatkan dimensi hati, dan budi pada saat memproses bahan-bahan makanan menjadi masakan yang berkualitas. Perubahan bahan baku menjadi masakan berkualitas inilah yang dapat dijadikan strategi untuk menjadikan sesuatu lebih baik. Dalam hal tersebut, ada lima strategi yang digunakan, yaitu perubahan dari konten ke konteks, dari kata-kata ke tindakan, kompetisi ke kolaborasi, pengajar ke pemandu, dan pengkritik ke pemberi semangat. Kelima strategi perubahan yang demikian, jika digunakan oleh para pendidik secara sungguh-sungguh, yang melibatkan segenap hati dan budi maka kualitas pelayanan pendidikan menjadi menyenangkan, para murid bersemangat dalam belajar, dan aura positif sekolah sebagai rumah perubahan pun menjadi tempat yang dirindukan oleh para orangtua dan pemangku kepentingan.

Sebagai catatan akhir penulis menyimpulkan signifikansi esensi pendidikan hati bagi para murid. Moderator dan para guru yang diberi mandat oleh kepala sekolah selain memberikan pengajaran sesuai bidang studi juga diharapkan dapat membantu menumbuhkan dimensi hati dalam setiap murid. Moderator sekolah bersama guru-guru — ibarat koki yang meramu resep, memasak, dan menyajikan masakan terbaik — mendidik para murid dengan hati yang terpancar dalam proses bantuan personal. Lewat bantuan personal, diharapkan para murid dapat bertumbuh sesuai dengan usia, bakat, dan perkembangan psikologis mereka. Pendidikan hati akan berjalan baik jika lembaga pendidikan yang mendampingi para murid merupakan organisasi sekolah yang hidup dan terbuka pada perubahan zaman. Dalam kepemimpinan yang unggul dan terampil, pimpinan sekolah, bersama moderator, para wali kelas, dan guru dapat berkolaborasi dan kemudian menjadi satu tim pendidik yang solid dalam membantu pertumbuhan dan pembentukan kualitas hati di samping budi para murid, menuju pada keunggulan yang mampu menjawab kebutuhan zaman yang acap kali berubah.

3 COMMENTS

  1. Terimakasih Romo Bei. Sangat bagus formasi hati dalm kepmimpinan disekolah. Mungkin sekarang ini sudah agak kabur.perlu kami asah.

  2. Menarik sekali membaca tulisan Romo. Refleksi sebagai salah satu sarana utk mengolah hati sehingga siswa menemukan makna dari materi pelajaran juga semestinya harus diperdalam oleh para guru.
    Maaf di kalimat terakhir tulisan ada kata ‘pertubuhan’.kurang ‘m’ saja.Terimakasih atas pencerahan Romo.salam AMDG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here