Louis Dupré (1925-2022), seorang intelektual dan pemikir yang pernah memegang posisi sebagai Profesor Filsafat Agama T. Lawrason Riggs di Universitas Yale, menandai kehadirannya dalam dunia akademis dengan kontribusi yang mencolok dan diakui secara internasional. Selain pernah menjadi Direktur Program Studi Modern di Yale, Dupré dikenal sebagai seorang dosen dan penulis yang produktif.
Karya-karya Dupré yang telah banyak diakui termasuk buku-buku seperti “The Other Dimension,” di mana ia menjelajahi dimensi-dimensi keagamaan yang jarang diakses, “Transcendent Selfhood,” yang membahas konsep diri yang melampaui batas-batas duniawi, dan “The Rediscovery of the Inner Life,” yang menggarisbawahi pentingnya membangkitkan kehidupan batin yang terabaikan. Dupré tidak hanya menunjukkan keahliannya dalam menyelidiki kompleksitas filsafat agama, tetapi juga memberikan kontribusi berharga terhadap pemahaman kita tentang dimensi spiritual dan inner life yang sering kali terabaikan dalam konteks modern.
Salah satu kajian Dupré yang menarik terkait keheningan guna pencarian transendensi rohani. Sejak abad ketiga, tradisi mistik Kekristenan telah mengembangkan suatu teologi mistisisme negasi yang mengarah pada pemurnian bahasa menuju keheningan.
Salah satu perintis teologi negasi adalah Pseudo-Dionysius, seorang rahib Suriah abad keenam. Dupré (1984) mencatat bahwa Dionysius mengajarkan bahwa kesempurnaan spiritual dapat dicapai dengan mengabaikan segala pengalaman, konsep, dan objek. Dalam pandangan teologis, Dionysius meyakini bahwa dengan meninggalkan segala bentuk kognisi, seseorang dapat menyatukan diri dengan Yang Maha Esa, yang terletak di luar batas penglihatan dan pengetahuan manusia.
Analisis Dupré (1984) menekankan bahwa Mistisisme negasi bukanlah hasil dari melemahnya kesadaran keagamaan, tetapi sebaliknya, merupakan buah dari kesadaran keagamaan yang lebih dalam. Keberadaannya yang jarang ditemui pada zaman sekarang menunjukkan bahwa tradisi Mistisisme negasi memerlukan ketelitian spiritual yang mendalam. Dupré tidak bermaksud mengkritik mentalitas zaman modern, namun ia mencoba menyoroti bahwa bagi orang beriman yang terjebak dalam budaya ateisme praktis, pengalaman negatif terhadap ketidakhadiran Tuhan dapat menjadi bagian penting dari perjalanan spiritual mereka.
Perbandingan dengan zaman modern tidak hanya untuk mengontraskan, tetapi juga untuk menyoroti bahwa Mistisisme negasi membawa hikmah dan pemahaman yang berharga, terutama bagi individu yang tenggelam dalam budaya yang mungkin kurang memperhatikan dimensi spiritualitas. Sebagai bagian dari perjalanan spiritual, pengalaman Mistisisme negasi dapat menjadi suatu cara untuk mendalamkan hubungan dengan Yang Maha Esa dalam tengah arus budaya yang cenderung menekankan pada aspek material dan pengalaman positif semata.
Di masa lalu, konsep negasi seperti yang diungkapkan oleh Eckhart hanya terbatas pada kalangan elit agama. Namun, dalam realitas zaman sekarang, bagi mereka yang memeluk keyakinan, agama muncul sebagai jalan menuju refleksi keheningan transenden. Meskipun tidak semua individu pada era ini mengidentifikasi diri sebagai rohaniah, bagi mereka yang menempuh perjalanan spiritual, agama tetap menjadi kekuatan perekat yang memperdalam dan memberikan makna pada kehidupan mereka.
Dalam konteks era ateisme modern, di mana banyak orang terjebak dalam kekosongan eksistensial, Mistisisme negasi menawarkan suatu landasan untuk menjelajahi dimensi-dimensi transenden. Keheningan yang dihasilkan oleh praktik mistik dapat menjadi ruang kontemplasi, di mana jiwa dapat menemukan makna yang mendalam dalam kesendirian. Seperti yang pernah ditulis oleh Thomas Merton (sebagaimana disebutkan oleh Dupré, 1984), kesunyian bukanlah semata ketiadaan suara atau kehadiran manusia, melainkan merupakan suatu jurang yang terletak di tengah-tengah dunia jiwa. Jurang ini dipenuhi oleh berbagai rasa seperti lapar, haus, kesedihan, kemiskinan, dan nafsu, menjadi elemen-elemen yang dijelajahi dalam pencarian makna melalui Mistisisme negasi.
Pandangan mistik ini menjadi semacam jendela batin bagi mereka yang merindukan pengalaman spiritual yang mendalam di tengah gejolak kehidupan modern yang penuh distraksi. Dengan membuka diri terhadap keheningan transenden, individu dapat menemukan kedalaman batin yang memberikan makna dan arah dalam menghadapi tantangan eksistensial. Sebagai alternatif terhadap tren materialisme dan kekosongan spiritual, Mistikisme negasi muncul sebagai suatu bentuk penyelamatan diri dan pencarian makna yang mengakar pada kekayaan spiritualitas. Zaman sekarang potensi menciptakan kekosongan dalam pencarian Tuhan yang mendalam. Mistisisme negasi menawarkan model ideal untuk mengeksplorasi dimensi keagamaan di tengah kompleksitas dunia modern. Peneguhan akan Tuhan tidak selalu menjadi fokus utama dalam pencarian transendensi, dan melalui pengalaman negatif, jiwa dapat menemukan dirinya berada di jalur yang pernah dilalui oleh peziarah spiritual pada masa-masa yang lebih menguntungkan.
Pencarian kehidupan spiritual secara lebih dalam bukan hanya fenomena keagamaan sesaat, melainkan gerakan untuk memastikan kelangsungan hidup beragama. Tanpa dukungan keputusan pribadi yang berkelanjutan, agama dapat terpinggirkan dan mati. Namun, kesalahan umum dilakukan oleh para pencari spiritual adalah menganggap solusi terdapat dalam warisan nenek moyang dan tradisi kuno. Gaya hidup dan doktrin zaman dahulu mungkin sulit dipahami dalam konteks pengalaman langsung saat ini.
Bahasa mistik dari masa lalu oleh sebagian orang dianggap kuno oleh pembaca modern, karena pengalaman yang diungkapkan telah hilang. Konfrontasi dengan masa lalu mungkin diperlukan, tetapi bentuk kehidupan spiritual di masa depan diharapkan menjadi milik generasi saat ini. Masa depan spiritual mungkin ditandai dengan kurangnya pengalaman kesucian yang jelas, di mana perbedaan antara yang sakral dan profan tidak lagi begitu menentukan. Keberadaan akan menjadi mandiri, mengundang eksplorasi tanpa harus bergantung pada norma tradisional.
Sebagai catatan akhir, dalam era di mana kekosongan eksistensial mungkin melingkupi banyak, Mistikisme negasi menawarkan suatu landasan untuk menjelajahi dimensi-dimensi transenden, memberikan alternatif terhadap tren materialisme dan kekosongan spiritual. Dengan membuka diri terhadap keheningan transenden, individu dapat menemukan kedalaman batin yang memberikan makna dan arah dalam menghadapi tantangan eksistensial. Sebagai suatu bentuk penyelamatan diri dan pencarian makna yang mengakar pada kekayaan spiritualitas, Mistisisme negasi menjadi suatu perjalanan yang tidak hanya menggugah, tetapi juga menginspirasi untuk merintis jalan menuju kedalaman spiritual yang autentik di tengah dunia yang terus berubah.
Luar biasa ini kalau pengalaman mistikisme negasi bisa dilakukan pada zaman sekarang yg penuh kebisingan dan keruwetan ya Romo..apalagi bagi kaum awam