Masa depan menimbulkan banyak tanda tanya, khususnya yang terkait dengan arah pendidikan. Pertanyaan mengenai masa depan, dirasakan sangat wajar mengingat begitu banyak informasi pendidikan yang tersedia dalam bentuk digital maupun nondigital yang dapat diakses dengan mudah tanpa harus berangkat ke sekolah. Setiap orang mempunyai hak akses untuk melihat dunia apa adanya tanpa diganggu demi memenuhi dahaga pengetahuan yang diinginkan atau dirindukan. Orang dapat belajar melalui media online dalam bentuk apa pun. Hampir semua fasilitas bahan ajar ke depan mudah diakses oleh siapa saja yang mau maju. Mereka dapat belajar secara otodidak dalam meraih cita-cita yang diharapkan.
Belajar otodidak dalam kenyataan bukanlah perkara mudah. Dalam belajar otodidak diandaikan prasyarat yang berat meliputi ketangguhan hati, semangat juang yang tinggi, dan bakat yang memadai untuk setia belajar mandiri. Prasyarat yang sulit membuat orangtua cenderung menyekolahkan putra dan putri mereka ke sekolah formal yang memiliki guru-guru profesional dan terpelajar sesuai bidang edukasi yang mereka miliki.
Orangtua yang mempunyai cukup banyak waktu mendidik, jika ragu mengirim putra dan putri mereka ke sekolah dapat membuat homeschooling sendiri. Akan tetapi, membuat homeschooling bukan hal yang mudah. Tantangan terbesar homeschooling adalah sosialisasi anak terhadap lingkungan teman sebaya menjadi jauh lebih terbatas.
Masa depan sekolah dirancang memiliki kemampuan terbuka yang mempunyai jejaring di tingkat lokal, nasional dan internasional. Kemampuan jejaring inilah yang memungkinkan sekolah memfasilitasi murid dalam berbagai bentuk, dan tempat yang sesuai dengan kebutuhan belajar. Para murid di masa itu mampu mengakses setiap mata pelajaran dalam berbagai bentuk metode pengajaran, tidak hanya di dalam ruang kelas tetapi juga di luar tembok sekolah.
Setiap tempat yang direkomendasikan para guru dapat menjadi ruang pembelajaran. Berbagai macam sumber belajar di masa depan diakui dan dihargai. Akibatnya jelas, perbedaan antara pembelajaran formal dan non-formal menjadi kabur. Kendati kabur, kondisi tersebut dapat diterima oleh para murid karena mereka memilih pelajaran mana sesuai minat, tidak peduli apakah ini ranah formal atau non-formal, yang penting apa yang mereka pelajari sesuai harapan.
Schleicher (dalam OECD, 2020) memperkirakan, di masa depan aktivitas para murid direncanakan dan dirancang dalam konteks perencanaan pendidikan yang lebih luas, menghasilkan struktur yang fleksibel (infrastruktur fisik, jadwal) untuk mengakomodasi kegiatan pembelajaran campuran yang didukung oleh sistem informasi digital. Sekolah kemudian menjadi pusat ekosistem pendidikan lokal yang lebih luas dan berkembang secara dinamis. Sekolah juga dapat memetakan peluang belajar di seluruh jaringan ruang pendidikan yang saling berhubungan. Dengan cara ini, beragam pelaku bisnis pendidikan secara perorangan maupun lembaga dapat menawarkan berbagai keterampilan dan keahlian untuk mendukung pembelajaran para murid.
Masa depan persaingan antar individu dan lembaga pendidikan akan semakin ketat. Setiap lembaga pendidikan dapat menjadi pusat atau centrum bagi pembinaan formatif bagi para murid yang mereka layani. Setiap orang yang mempunyai kualitas tertentu dapat menjadi guru. Pendidik formal dan non-formal dapat memanfaatkan media apa saja untuk para murid belajar di samping sekolah. Mereka dapat menjadikan museum, perpustakaan, pusat perumahan, dan pusat teknologi sebagai tempat belajar.
Ijazah di masa depan masih dibutuhkan, tetapi nilai intrinsik yang terkandung menjadi relatif nilainya. Orang bisa saja cerdas dan terampil walau tidak mempunyai ijazah. Kalau sudah demikian, kehidupan duniawi secara potensial semakin pragmatis. Akibatnya pendidikan oleh sebagian orang cenderung digunakan hanya sebatas menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja. Pendidikan yang terarah hanya pada maksud dan tujuan untuk memperoleh hidup layak merupakan penyempitan makna yang hakiki dari edukasi sebagai pembelajaran kehidupan.
Sekolah sebagai pusat pembelajaran dipahami sebagai arena orang belajar tentang kehidupan dalam bentuk literasi, matematika, dan sains. Pembelajaran menurut UU No. 20 Tahun 2003 dipahami sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik, dan sumber-sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ambrose, Bridges, Lovett, DiPietro, & Norman (dalam jacl.andrews.edu, 2011) mendefinisikan belajar sebagai proses yang mengarah pada perubahan, yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan meningkatkan potensi untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran di masa depan.
Dari dua definisi tersebut pembelajaran terkait langsung dengan kata dasarnya, “belajar”. Sekolah sebagai pusat pembelajaran berarti sebagai tempat belajar bagi siapa saja yang berada di sana. Guru dan murid selain terbangun relasi pendidik-peserta didik, juga, — seperti yang dikatakan Plato –, mereka adalah makhluk pembelajar, yang terus meningkatkan kualitas ilmu yang dimiliki. Dalam relasi yang demikian, sekolah dapat menjadi pusat komunitas belajar, di mana guru sebagai fasilitator edukatif.
Dalam komunitas belajar, guru sebagai pendidik, mentor, dan fasilitator mendampingi para murid memahami dan memaknai bahan ajar sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan intelektual dan psikologis mereka. Para murid dapat mengakses pengetahuan apa saja, tetapi dalam memaknai setiap mata pelajaran, mereka membutuh pribadi dewasa yang cakap seperti guru sebagai pendamping. Guru yang cerdas dan kreatif dapat membantu memberikan alternatif solusi jika para murid menghadapi persoalan; dan pemaknaan atas subjek yang dipelajari para murid.
Sebagai catatan akhir penulis menyimpulkan bahwa masa depan keberadaan sekolah akan semakin penting sebagai tempat para murid belajar menimba ilmu. Oleh karena itu, sekolah perlu menyediakan sistem pendidikan yang berkualitas, guru-guru profesional, dan sarana-prasarana yang memadai. Sekolah masa depan menjadi rujukan utama peserta didik mengakses bahan ajar, karena di tempat itu tidak hanya memberikan bahan ajar pada mereka, tetapi juga bimbingan dari para pendidik yang kompeten sesuai bidang pelajaran. Semoga pada masa sekarang, sekolah-sekolah di Indonesia terus berbenah untuk menjawab tantangan zaman melalui aneka upaya yang menjadikan sekolah sebagai pusat pembelajaran.
Terima kasih Romo Bei. SJ. Walaupun teknologi memudahkan manusia memperoleh ilmu, tetapi sekolah tetaplah penting. Prinsipmnya guru harus kompeten dan profesional.
SDM Strada Harus memiliki jiwa pembelajar dan pelayan kasih yg tulus yg didasari kepada kepemimpinan Kristiani yg bersumber Kepada Tuhan Yesus Kristus,pasti Strada bisa menjawab kebutuhan pendidikan dimasa depan.
Terimakasih romo Bei. Betul sangat setuju bahwa sekolah tetap penting untuk membentuk karakter baik dan jiwa sosial anak anak serta Kepedulian pada lingkungan.
Trimakasih dan setuju Rm. Bei. Moga makin banyak kita menyadari pentingnya pesan-pesan ini demi masa depan pendidikan di nergi tercinta ini.
Terimakasih dengan adanya teknologi dpt mempermudah