Home Kajian Berpikir Kritis dalam Kurikulum Merdeka

Berpikir Kritis dalam Kurikulum Merdeka

3701
3

Kemampuan berpikir kritis para murid dalam berbagai jenjang pendidikan secara nasional masih dinilai rendah berdasarkan hasil skor PISA per 3 Desember 2019. Peringkat PISA 2019 Indonesia, skor literasi bacaan berada pada peringkat 72 dari 77, matematika 72 dari 78, dan sains 70 dari 78 negara. Kemampuan para murid dinilai kuat dalam hal mengingat materi pelajaran, tetapi masih lemah terkait argumentasi dan penalaran kritis. Nizam (dalam Kompas.Com 15/12/2016) mengatakan bahwa para pelajar di Indonesia bagus dalam mengerjakan soal yang sifatnya hafalan, tetapi, dalam mengaplikasi dan menalar masih rendah. Dalam kurikulum merdeka, capaian pembelajaran untuk berpikir kritis menjadi tantangan tersendiri, baik bagi para pendidik maupun peserta didik. Seluruh anggota komunitas pendidikan pada kurikulum merdeka secara dinamis terus diajak untuk berpikir kritis melalui imajinasi, penalaran ilmiah, refleksi dan aplikasi atas subjek-objek yang dipikirkan dalam realitas. Oleh karena itu para guru dan murid di tingkat dasar dan menengah perlu memperhatikan konsep berpikir kritis yang sebenarnya dalam ruang pendidikan.

Pendidikan dasar dan menengah merupakan arena belajar berpikir kritis bagi para murid bersama para mentor atau pendamping mereka. Arena pendidikan — dalam pandangan filosofis kuno seperti yang digambarkan Sokrates — dipahami sebagai ruang hidup untuk berdiskusi bertanya dan menjawab. Jawaban atas pertanyaan dalam ruang pembelajaran bukanlah argumen tunggal yang sempit tanpa menyediakan gagasan alternatif. Di dunia sekarang, banyak gagasan alternatif yang kadang di luar nalar malah dapat menjadi rujukan metafisik pemikiran. Konsep pemikiran perlu diuji dalam pembelajaran di ruang-ruang kelas, baik daring maupun luring. Latihan berpikir kritis membutuhkan waktu yang cukup untuk mengolah data, dan membatinkan gagasan dalam perenungan. Carol Wade (dalam insightassessment.com, 2021) mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi sangat cerdas, setelah mengambil kursus berpikir kritis, dan mengetahui logika luar dalam. Akan tetapi mereka mungkin hanya menjadi pendebat yang cerdas, bukan pemikir kritis, karena mereka tidak mau melihat bias mereka sendiri. 

Anatole François (dalam teachthought.com, 2022) berpendapat bahwa pendidikan tidak terkait pada seberapa banyak murid berkomitmen untuk mengingat, dan mengetahui. Pendidikan terkait kemampuan para murid membedakan antara apa yang mereka ketahui dan tidak diketahui. Para murid dalam formasi pembelajaran tidak dipaksa untuk menghafal sesuatu yang tidak esensial secara kaku. Melalui metode pembelajaran menarik mereka dengan sendirinya akan mengingat apa yang dipelajari, dan kemudian mengkritisi, memilih mana yang cocok untuk masa depan mereka atau tidak. Kemampuan memilah, memilih, dan membedakan mana yang dibutuhkan secara komprehensif membuat mereka jadi lebih fokus dalam meraih cita-cita atau impian yang diharapkan. 

Dalam pendidikan dasar dan menengah, para murid sejak dini perlu diperkenalkan dengan logika bernalar kritis. Berpikir kritis (dalam monash.edu, 2022) didefinisikan sebagai jenis pemikiran yang mempertanyakan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat penilaian tentang sesuatu berdasarkan dokumen yang sudah dibaca, didengar, dikatakan, atau ditulis. Istilah kritis berasal dari kata Yunani κρητικός (kritikus) yang berarti “mampu menilai atau membedakan”. Dalam analisis, Postigo, Hardy, dan Foster (2015) mempertajam definisi berpikir kritis ke dalam aktivitas assessment, baik ke luar maupun ke dalam diri secara cermat dalam proses pembentukan penilaian. Dengan demikian manusia dapat menjadi “penjaga” yang waspada terhadap kualitas pemikiran yang dimiliki. Bernalar kritis dalam banyak segi membutuhkan metode ilmiah yang terukur. Metode ilmiah dapat memicu para murid untuk berani merumuskan masalah atau persoalan yang mereka hadapi, kemudian mereka menetapkan prosedur kerja, mengumpulkan dan menganalisis data yang terkumpul, menyimpulkan, serta mempresentasikan hasil penelitian di hadapan forum akademis yang diselenggarakan oleh sekolah. 

Para murid yang sejak awal dilatih berpikir kritis secara baik dan benar akan menemukan cara hidup baru. Cara hidup baru berdasarkan refleksi atas penalaran kritis dapat dipertanggungjawabkan. Indikasi yang dapat dilihat, aneka penemuan ilmiah yang terjadi di dunia mencerminkan refleksi atas kreativitas berpikir kritis manusia dalam menemukan tatanan hidup yang lebih baik. Kendati demikian, dalam berpikir kritis, resiko salah jalan dapat saja terjadi. Misalnya berpikir kritis dengan tujuan menyerang, melalui inovasi yang berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Bernalar kritis dalam arti negatif dapat terjadi karena ketumpulan nurani dalam menjawab kebutuhan zaman. Suara hati dalam nurani perlu dididik pada keterarahkan sikap baik dan benar. Pendidikan agama, dan etika dasar sangat dibutuhkan jika para murid ingin melangkah lebih jauh dalam penalaran kritis, supaya mereka tidak lupa diri, mengagungkan logika berpikir tetapi melupakan aspek religiositas dan moralitas yang seharusnya dihayati.

Berpikir kritis yang disertai dengan refleksi mendalam, membantu para murid berpikir menggunakan kaidah-kaidah yang baik dan benar menjunjung martabat manusia. Gagasan Rene Descartes (1596-1650), “Cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada” membantu para murid untuk berimajinasi, dan memikirkan apa yang seharusnya layak untuk dipikirkan. Pembekalan dasar religius dan etis akan mengarahkan para murid pada ide-ide yang baik secara moral dan benar secara hukum karena dunia punya etika dan aturan main sendiri yang perlu dipelajari dan dikembangkan. Bernalar kritis yang disertai dengan kedalaman makna akan membantu para murid untuk memberikan sumbangsih terbaik dari yang mereka pikirkan. Buah pemikiran positif para murid akan berdampak baik pada lingkungan sekitar maupun wilayah yang lebih luas. Gagasan kritis positif dapat berguna mendorong mereka pada aneka inovasi selanjutnya yang lebih berkualitas.

Sebagai catatan akhir penulis menyimpulkan bahwa berpikir kritis dalam pendidikan dasar dan menengah membutuhkan pendasaran kuat supaya tidak salah arah. Para guru dalam kurikulum merdeka perlu mendorong para murid berpikir kritis dengan memahami kedalaman esensi yang dipelajari. Para murid dilatih berpikir kritis pertama-tama bukan untuk menjadi jago berdebat tetapi untuk juga mampu melihat diri sendiri dan sesama secara objektif. Orang yang mempunyai kemampuan berefleksi secara mendalam akan pandai juga menguraikan penalaran kritis berkualitas untuk kemajuan bersama. Inovasi –yang merupakan hasil berpikir kritis — dibuat bukan untuk kesombongan intelektual tetapi untuk membantu banyak manusia mengatasi kesulitan hidup. Thomas Alva Edison (1847-1931) melalui penalaran kritis, melihat lingkungan sekitar gelap gulita dia terinspirasi, kemudian menciptakan lampu pijar supaya dapat digunakan banyak orang untuk menerangi kegelapan malam. Semoga para murid pun demikian, mereka semakin inovatif, bertumbuh menjadi pribadi cerdas, dan peduli terhadap sesama dalam memajukan peradaban manusia yang lebih baik.

3 COMMENTS

  1. Terima kasih sharing nya Romo, sangat menginspirasi utk mengajak anak berpikir lebih kritis dan peduli terhadap pengembangan pribadinya dan sesama

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here