Home Kajian Regulatory Capitalism

Regulatory Capitalism

934
0

Krisis di pasar hipotek sub-prime pada industri keuangan Amerika di tahun 2007 telah berkembang menjadi krisis ekonomi global yang besar dan meningkatkan pengangguran di banyak negara. Proliferasi produk derivatif keuangan sebagai alasan utama mengapa krisis meluas begitu cepat ke segala arah.

Proliferasi ini pada gilirannya telah dikaitkan dengan deregulasi pasar keuangan, yang telah menjadi fitur utama model kapitalisme neoliberal yang telah diadopsi di mana-mana dalam setengah abad terakhir

Dari sudut pandang ini, kita sedang menghadapi krisis neoliberalisme, yang membuka suatu perubahan menuju peran regulasi negara yang lebih besar – dalam rangka membatasi keuangan spekulatif. Banyaknya aturan atau regulasi dalam sistem kapitalisme, sehingga negara kembali campur tangan dalam urusan ekonomi, disebut sebagai Regulatory Capitalism.

.

“kita sedang menghadapi krisis neoliberalisme, yang membuka suatu perubahan menuju peran regulasi negara yang lebih besar – dalam rangka membatasi keuangan spekulatif.”

Regulasi berguna untuk menangani secara langsung masalah ekonomi real. Pemahaman tentang krisis ini juga menyebabkan seruan untuk memikirkan kembali tatanan ekonomi global, restrukturisasi ekonomi dunia, dan untuk merespons meningkatnya kekuatan ekonomi China dan India. Hegemoni ideologi dan praktik neoliberalisme sekarang serius dipertanyakan. Dan krisis global telah menjadi krisis kapitalisme neoliberal, dalam arti menawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk membangun sebuah sistem non-kapitalisme.

Namun kita juga dapat melihat adanya bahaya yang mengintai dari Regulatory Capitalism ini, karena di balik regulasi yang dibuat seringkali ditunggangi oleh para pencari rente. Di samping adanya bahaya pada Regulatory Capitalism, kita juga melihat optimisme dalam penerapan regulasi yang menggunakan teknologi, seperti yang terjadi pada bursa saham.

Batas Otonomi Negara

Salah satu permasalah dalam Regulatory Capitalism adalah sampai batas mana negara dikonsider sebagai entitas yang otonom. Artinya batasan otonomi negara ini terkadang dianggap kabur atau bias karena ada hubungan interpersonal dan intersosial serta saling ketergantungan antara pejabat negara yang berkuasa saat itu dengan bisnis yang sedang berjalan.

Aturan-aturan yang diciptakan oleh negara seringkali menguntungkan suatu kelompok tertentu yang terhubung dengan pejabat negara.

Aturan-aturan yang diciptakan oleh negara seringkali menguntungkan suatu kelompok tertentu yang terhubung dengan pejabat negara. David Levi-Faur pada makalahnya “Regulatory Capitalism” yang dikumpulkan dalam buku Regulatory Theory, Foundation and Application[1], mengindikasikan adanya hubungan saling ketergantungan antara pejabat negara yang terpilih atau yang dicalonkan di satu sisi, dengan aktor kapitalis di sisi yang lain.

Ketika terjadi konflik antara tuntutan kapitalis (misalnya, subsidi atau peraturan) dan tuntutan kapitalisme (misalnya, persaingan atau penghancuran kreatif dan transformasi ekonomi), maka para pejabat negara ditarik untuk mendukung atau menjadi wakil kepentingan kelas kapitalis. Karenanya otonomi negara dan pejabatnya tetap relatif, selama adanya tuntutan dan kebutuhan untuk kapitalisme terus menang atas kepentingan lainnya.

Levi-Faur mengatakan, elemen kunci dalam teori regulatory capitalism bergantung pada hubungan antara regulasi dan komodifikasi. Untuk memahami hubungan ini, kita perlu membangun konsep yang menyangkut strategi dan regulasi yang akan dijalankan. Regulasi adalah salah satu bentuk legalisasi birokrasi, sementara deregulasi menjadi strategi yang disukai untuk pembaharuan ekonomi dan politik kaum neoliberal di Amerika Serikat.

Mereka sering menyuarakan ide bahwa regulasi adalah problem, sedangkan deregulasi itu—yaitu penghapusan regulasi—adalah solusinya. Karena itu kemudian digunakan istilah Re-regulasi yang mencerminkan campuran dan keseimbangan baru antara politik, ekonomi dan sosial. Artinya, re-regulasi itu merupakan jalan tengah dari tarik menarik antara neoliberalisme dengan regulatory capitalism (Levi-Faur, 295).

“Mereka sering menyuarakan ide bahwa regulasi adalah problem, sedangkan deregulasi itu—yaitu penghapusan regulasi—adalah solusinya”

Para Pencari Rente

Di sisi lain, perusahaan pencari rente akan menciptakan masalah. Jika seseorang dapat melobi untuk keuntungan dirinya, mereka akan memelihara para pejabat agar dapat memberikan previlage untuk bisnis mereka. Modus yang digunakan biasanya mereka terus membayar agar usahanya tetap terjaga dan hak istimewa yang sudah dimilikinya itu tetap bertahan melalui regulasi yang diciptakan dari hubungan tersebut. Uang keuntungan yang didapatnya tidak masuk kantong sendiri, tetapi dibagi-bagi dengan para pejabat demi kebijakan yang menciptakan rente itu berlanjut.

Untuk menjaga rente, maka suatu perusahaan harus membatasi akses perusahaan lain agar tidak mempunyai level hubungan yang setara dengan pejabat yang sudah menjadi crony-nya

Paul Dragos Agilica dan Vlad Tarco menekankan hal ini dalam artikelnya Crony Capitalism[1], bahwa untuk menjaga rente, maka suatu perusahaan harus membatasi akses perusahaan lain agar tidak mempunyai level hubungan yang setara dengan pejabat yang sudah menjadi crony-nya. Negeri-negeri yang kelembagaannya lemah maka mereka dapat dengan mudah dikontrol oleh hubungan crony ini.

Bagaimana ekonomi dapat berjalan sementara kontrak-kontrak yang diciptakan memberikan perlindungan yang sangat lemah? Dalam kapitalisme kroni, justru kronisme memainkan peran penting dengan memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi Pemerintah. Sejauh aset mereka terlindungi, maka para kroni akan terus melakukan investasi sehingga pertumbuhan ekonomi terus terjaga. Kuncinya adalah tidak ada perubahan pada elit penguasa, sehingga mereka dapat melanjutkan komitmennya (Agilica, 29).

Ilustrasi Economic Recovery

Berkuasanya Hukum Regulasi

R

egulasi tidak terlepas dari domain hukum. Sehingga perlu ditekankan pentingnya mempelajari bagaimana dan oleh siapa hukum itu diproduksi, dan fokus kita adalah pada elit hukum dan sumber daya serta strategi yang mereka gunakan untuk mendominasi produksi hukum. Investasi dalam keahlian hukum menjadi sarana membangun modal sosial, dan menciptakan perspektif yang saling bertentangan tentang konten hukum sebagai strategi dasar dalam perjuangan kompetitif.

Bagi mereka, klaim netralitas hukum dan cita-cita universalis dikerahkan hanya untuk memberikan legitimasi pengacara elit kepada klien yang kuat, yaitu Pemerintah dan perusahaan besar. Mereka menganggap bahwa hukum dan pengacara telah menjadi pusat dari “strategi kekaisaran Amerika abad kedua puluh”, yang membentuk kekuasaan kuasi-negara yang terlembagakan.

Sol Picciotto dalam “Mediating Contestations of Private, Public and Property Rights in Corporate Capitalism[1], mengatakan bahwa perubahan politik dan ekonomi serta  konflik, telah memberikan kekuatan motif penting untuk mengubah hukum sesuai dengan perspektif mereka. Mereka mencirikan keberhasilan hukum bertumpu pada ‘kemampuan’ pengacara untuk menangani konflik eksternal di antara lembaga-lembaga penting yang terkait dengan bisnis mereka. Kemudian mereka mengelola konflik tersebut dengan menerjemahkannya ke dalam undang-undang. Bagi mereka, konflik adalah pertempuran faksi-faksi yang bersaing dalam mendefinisi dan mengontrol negara.

“perubahan politik dan ekonomi serta  konflik, telah memberikan kekuatan motif penting untuk mengubah hukum sesuai dengan perspektif mereka.”

Bagi pengacara, pertempuran itu penting, tanpa harus peduli apa yang menjadi sifat atau isi dari perjuangan tersebut. Mereka melakukannya sebagai pengacara kelompok elit yang bertindak atas atas nama orang yang berkuasa. Para pengacara hanya peduli bagaimana kliennya itu dapat mendominasi bisnis yang digelutinya. Karenanya pengacara tidak perlu mendukung legalitas liberal, tetapi sering kali mereka berpihak pada otoritarianisme. Sementara di sisi lain, pada fase siklus politik yang berbeda, seorang pengacara mungkin perlu berinvestasi dalam legitimasi tertentu untuk bertindak sebagai ‘pembaharu, modernis, atau promotor kesejahteraan sosial’.

Social Welfare

H

al itu juga menunjukkan bahwa pada era Regulatory Capitalism, kekuasaan selalu hegemonik dan mereproduksi diri, dan bentuk dominasi adalah epifenomenal. Untuk mengatakan bahwa hukum menengahi kekuasaan, itu berarti bahwa pelaksanaan kekuasaan membutuhkan waktu tertentu dan format yang dilegalisir. Hal ini juga merupakan pengakuan bahwa hukum diciptakan untuk melegitimasi akuisisi dan perampasan. Dari sana muncul akumulasi kekayaan, pengecualian hak, ketidaksetaraan ekonomi, hukum dan regulasi. Hal itu tentu saja akan mengatur penggunaan yang sah atas kekuatan dan kekuasaan, yang memberi wewenang kepada para kapitalis untuk menerapkan sanksi ekonomi maupun sanksi fisik dan hukuman (Picciotto, 630).

Krisis Menciptakan Regulasi

John Braithwaite dalam papernya, Meta governance of path dependencies: Regulation, welfare and markets,[1] mengatakan bahwa krisislah yang telah membuat pasar menjadi bergantung pada regulasi. Serangan 9/11 Al Qaeda adalah lonjakan sinyal ‘negara akan turun tangan’ dalam krisis yang muncul seperti itu. Hasilnya adalah peningkatan besar dalam regulasi melalui headline “keamanan tanah air”.

media

Dengan itu pasar yang terkait dengan pertahanan juga tumbuh, misalnya perusahaan yang memproduksi teknologi pemindaian yang lebih besar dan lebih baik di bandara, demikian pula tumbuhnya bisnis perusahaan swasta yang mengoperasikan mesin-mesin tersebut, perusahaan yang memproduksi drone, kamera keamanan dan Artificial Intelligence untuk mendiagnosis risiko dari miliaran gambar. Demikian pula kompleks industri militer diperbarui untuk memperkuat pertahanan Amerika di Timur Tengah. Dengan itu ketergantungan pasar terhadap Pemerintah menguat.

Ketergantungan jalur pertumbuhan dari satu arena institusional menjangkau peluang yang dibuka oleh jalur ketergantungan untuk pertumbuhan arena kelembagaan lainnya. Negara lah yang menciptakan permintaan untuk kebutuhan regulasi. Walau hal ini baik secara ekonomi tetapi tidak baik secara jangka panjang.

Optimisme

Namun di samping elaborasi terhadap aspek-aspek negatif dari Regulatory Capitalism seperti di atas, ada juga berita yang menggembirakan tentang bagaimana dengan menggunakan mesin dan teknologi, ada lembaga-lembaga negara yang dapat mengontrol kecurangan pada bisnis yang bersifat jual-beli berulang, seperti pada transaksi bursa saham. Rebecca Schmidt dan Colin Scott dalam paper risetnya, “Regulatory discretion: structuring power in the era of regulatory capitalism[1], mengatakan bahwa proses otomatis berdasarkan pembelajaran mesin sangat relevan dalam menyusun kebijaksanaan pada konteks pemantauan.

Dengan demikian, regulator menggunakan teknologi yang dapat secara langsung melakukan pemantauan dan menentukan kemungkinan pelanggaran dan sekaligus dapat memutuskan alokasi sumber daya untuk pemeriksaan. Dalam hal ini MIDAS (Sistem Analisis Data Informasi Pasar) dipakai untuk memantau  Bursa Efek (SEC). MIDAS mengumpulkan sekitar 1 miliar catatan transaksi pertukaran ekuitas yang masing-masingnya berlangsung dalam orde mikrodetik.

Pendekatan ini memungkinkan SEC dapat menganalisis ribuan transaksi saham selama periode enam bulan dan satu tahun, yang melibatkan 100 miliar catatan transaksi. Teknologi ini pada akhirnya dapat digunakan untuk mendeteksi secara otomatis dan segera menghentikan aktivitas insider trading.

Contoh lain adalah IRS (Internal Revenue Service) di Amerika, yang menggunakan proses otomatisasi untuk memprediksi penipuan pajak. Demikian pula di Belanda, Systeem Risico Indicatie (SyRI), menggunakan algoritma yang dibuat untuk membantu Pemerintah Belanda mendeteksi beberapa jenis penipuan seperti tunjangan sosial atau penipuan pajak. Contoh lebih lanjut adalah Kode Jaminan ISEAL yang memberikan aturan mengenai proses sertifikasi dan dengan demikian mencakup mekanisme pemantauan dan penegakan (Schmidt, 473).

Kesimpulan

Regulatory Capitalism merupakan gerak balik pendulum dari Neoliberalisme yang cenderung melepaskan Pemerintah dari campur tangan ekonomi, menjadi Pemerintah yang kembali ikut serta dengan memberikan banyak regulasi dan pengontrolan kepada pasar dan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini dipicu oleh kasus subprime yang mendatangkan kesengsaraan banyak orang. Subprime sebetulnya bukan satu-satunya pemicu ke arah regulasi, tidak jauh sebelum itu ada krisis 9/11 yang memicu Pemerintah Amerika Serikat menetapkan regulasi. Dan krisis/regulasi ternyata baik juga untuk pertumbuhan ekonomi walau kurang baik untuk jangka panjang karena menimbulkan ketergantungan swasta terhadap proyek-proyek Pemerintah.

Regulatory Capitalism dianggap berbahaya karena menciptakan kolusi antara swasta dengan Pemerintah yang menyetir sedemikian rupa agar regulasi yang diciptakan dapat menguntungkan segelintir orang atau para kroni. Hukum dan peraturan dibuat agar berpihak kepada pemodal, bukan kepada kesejahteraan masyarakat. Namun demikian adanya penemuan dalam sistem dan teknologi baru telah menimbulkan optimisme sehingga kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam transaksi cepat bursa spekulatif dapat dideteksi untuk kemudian dicegah dan ditindaklanjuti secara hukum oleh Pemerintah.

Referensi

Agilica, Paul Dragos dan Tarco, Vlad (2015). Crony Capitalism. Econstor. CESifo DICE Report, Ifo Institute – Leibniz Institute for Economic Research at the University of Munich. ISSN 1613-6373. Vol. 13, Issue. 3.

Braithwaite, John (2021). Meta governance of path dependencies: Regulation, welfare and markets. The Annals of the American Academy of Political and Social Science 671(1).

Levi-Faur, David (2017). Regulatory Capitalism. dalam Drahos, Peter, ed. “Regulatory Theory, Foundation and Application”. Acton: ANU Press.

Picciotto, Sol (2013). Mediating Contestations of Private, Public and Property Rights in Corporate Capitalism. Spain: Onati International institute. ISSN: 2079-5971. Socio-Legal Series, v. 3, no. 4.

Schmidt, Rebecca dan Scott, Colin (2021). Regulatory discretion: structuring power in the era of regulatory capitalism. S.L.S. Society of Legal Scholar. Legal Studies, 41, 454–473, doi:10.1017/lst.2021.13.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here