Saya mulai mempunyai akun facebook tahun 2006. Ketika itu facebook masih gress di Indonesia, dan teman-teman saya ikut masuk juga jadi anggota serta mulai aktif saling menyapa satu sama lain.
Artinya mereka memperhatikan apa yang ditulis dalam status kawan-kawannya. Untuk kemudian menanggapi dan peduli. Bagi saya facebook berguna sebagai alat menyampaikan sesuatu dan memviralkan aspirasi saya setidaknya 2 X, yaitu tahun 2010 ketika saya keluar dari Indosat dan 2012 ketika saya menyuarakan kasus lukisan palsu.
Namun sekarang ini saya melihat terjadi pergeseran pada pengguna akun facebook. Teman-teman saya dulu, para kolektor senior, misalnya, sudah tidak aktif lagi di facebook dan tidak membuka lagi akun facebook-nya.
“sekarang ini saya melihat terjadi pergeseran pada pengguna akun facebook”
Demikian pula para seniman (senior), banyak yang sudah tidak aktif. Gantinya adalah generasi lebih muda yang sedang mencari kemungkinan-kemungkinan baru dalam facebook: mencari teman, berpromosi, dan kalau mungkin – mencari jodoh dan pekerjaan.
adalagi penyebab lain mengapa facebook mulai ditinggalkan yaitu dengan munculnya Instagram. Karena instagram formatnya lebih simpel, cukup tayang gambar, video pendek dan lagu. Tidak perlu ada pertemanan, cukup follow saja kalau suka.
Memang mesin itu kadang-kadang salah, misalnya ada gambar yang tidak porno tetapi diasosiasikan porno
Berbeda dengan facebook yang konservatif dan mudah memblok orang, instagram lebih bebas dan toleran. Facebook pernah begitu bebas ketika ia sanggup menayangkan video porno Ariel – Luna Maya selama berhari-hari.
Tetapi sejak itu facebook menjadi keras dan teliti karena menggunakan mesin pencari konten pornografi pada postingan anggotanya. Memang mesin itu kadang-kadang salah, misalnya ada gambar yang tidak porno tetapi diasosiasikan porno.
Aksi blok-memblok facebook itu kemudian berkembang ke hal yang lain: konten politik, kekerasan, kecelakaan yang sadis, musik/video yang tidak direstui pemilik lisensi, gambar kriminal, dan macam-macam hal yang dianggap mengganggu ketenangan.
Nampaknya facebook pun semakin tua dan ingin hidup nyaman dengan tidak membiarkan orang membuat kegaduhan. Akibatnya akun saya sering diblok sampai belasan kali. Walau kemudian dilepas untuk aktif kembali. Sekarang saya melihat Tiktok semakin populer dan tempat tujuan kaum muda bermedsos-ria. Popularitas tiktok hampir mengalahkan instagram dan sudah mengalahkan Youtube. Awalnya saya menganggap tiktok itu hanya ajang memperlihatkan gadis-gadis menari sensual mengikuti irama lagu.
Ternyata tiktok itu penuh dengan hal-hal menarik: lawakan, ceramah inspiratif, curhat yang menggugah, diskusi lucu, teknologi, dan potongan-potongan film.
“Nampaknya facebook pun semakin tua dan ingin hidup nyaman dengan tidak membiarkan orang membuat kegaduhan. Akibatnya akun saya sering diblok sampai belasan kali“
Saya rasa inilah penyebab facebook mulai tidak populer: anggota yang tua – generasi awal, sudah bosen sementara generasi muda memilih tawaran sosmed lain yang lebih bebas dan jauh lebih menarik.
Generasi muda yang tidak mau ribet dengan tulisan-tulisan panjang di facebook, tulisan singkat cerdas di Twitter
Generasi muda yang tidak mau ribet dengan tulisan-tulisan panjang di facebook, tulisan singkat cerdas di Twitter, dan video yang itu-itu juga di Youtube, kemudian mendapat tempat penyaluran baru di Instagram dan Tiktok – medsos yang bisa membuat orang terhibur dan tertawa secara instan tanpa berkerut kening.
Tetapi bukankah hal itu mencirikan perilaku generasi muda? Generasi Z yang lahir pada tahun 2000-an. Boleh jadi kita mengatakan generasi Z adalah generasi instan, tetapi ciri generasi Z merupakan pengembangan generasi X yang lahir pada tahun 1990-an.
Orang menyebut generasi X sebagai generasi MTV, karena di tahun itulah MTV muncul dan menjadi model alternatif tayangan TV yang sudah ada: tidak ada berita, tidak ada iklan, yang ada hanya video musik yang terus membuat senang.
“Boleh jadi kita mengatakan generasi Z adalah generasi instan, tetapi ciri generasi Z merupakan pengembangan generasi X yang lahir pada tahun 1990-an.”
Ciri lain dari generasi X adalah – dalam pengamatan saya – mereka tidak suka baca koran dan majalah. Anak saya misalnya, tidak pernah baca koran, majalah, dan televisi.
Dia hanya menonton Netflix, main game, sekali-sekali melihat youtube, sering menggunakan Google, dan mendengar radio kalau sedang menyetir. Tetapi kok bisa update ya kalau mendengar berita?
Rupanya mekanismenya seperti ini: mereka hanya membaca berita kalau dibutuhkan saja, yang mana informasi-informasi itu mereka dapatkan dari google dan youtube. Berbeda dengan generasi Baby Boomers seperti saya, yang lahir tahun 1960-an: berita atau informasi yang didapat itu ‘diberi’ atau disuapi oleh media. Jadi update informasi sangat bergantung pada koran. Sementara generasi X dan Z mendapatkan informasi dengan mencari dan memilih yang mereka suka. Sehingga informasi yang didapat adalah selektif sesuai kebutuhan.
Itulah sebabnya koran-koran cetak pada tutup, diganti dengan koran online yang membacanya tidak membuat nyaman, karena penuh dengan iklan berseliweran yang mengganggu proses membaca. Koran online memang gratis tetapi gantinya adalah kita disuguhi iklan yang menjengkelkan. Rupanya tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini. Kalau ingin nyaman memang harus bayar, setidaknya bayar internet berlangganan.
Demikianlah cara kerja dunia. Semuanya akan berganti dan tidak populer, seperti facebook ini. Dan kita sendiri. Lama-lama tua dan kehilangan banyak teman. Sedih ya.